Bisnis.com, JAKARTA – Dua katalis utama yang mendongkrak mata uang Garuda selama sebulan terakhir. Pergerakan rupee didorong oleh ekspektasi penurunan suku bunga utama dan posisi cadangan devisa yang lebih ketat hingga Agustus 2024.

Pada hari Selasa (10/09/2024), 15455 Rupiah per Dolar AS menguat sebesar 0,01%. Rupee menguat 5% pada Agustus 2024 atau melemah 0,4% saja pada tahun 2024 (YTD).

Nilai tukar rupiah anjlok ke rekor terendah di angka 16.400 rupiah per dolar AS pada Juni 2024, menurut data Bloomberg.

Sentimen positif terhadap rupee tidak lepas dari ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang akan berdampak pada pelonggaran suku bunga harga domestik.

Selain itu, Bank Indonesia melaporkan cadangan devisa meningkat menjadi US$150,2 miliar pada Agustus 2024. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak Desember 2023.

Kepala Ekonom BCA Group David Sumual memperkirakan pendorong utama penguatan rupee adalah mulai melakukan pelonggaran kebijakan moneter AS pada bulan ini.

Kebijakan ini selanjutnya akan diterapkan oleh Bank Indonesia (BI). Ke depan, kata dia, rupee masih mempunyai ruang untuk menguat.

David mengatakan pada Selasa (10/09/2024) “Jika ada lingkungan yang lemah, penurunan suku bunga akan terjadi secara bertahap dan mata uang negara-negara emerging market, termasuk Rupee, akan menguat secara signifikan,” kata David, Selasa (9/10/2024). .

Dalam risetnya, Fixed Income Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Karinska Salsabila Priyatno memperkirakan rupiah akan menguat dipengaruhi beberapa faktor. Ia mengatakan penguatan rupiah didukung oleh fundamental perekonomian Indonesia yang kuat.

Ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed meningkat di tengah tanda-tanda lemahnya pasar tenaga kerja dan menurunnya inflasi dalam perekonomian AS. 

Selain itu, ekspektasi penurunan suku bunga acuan BI juga mendorong peningkatan permintaan surat utang berdenominasi rupee. 

Mirae Asset Sekuritas Indonesia mempertahankan suku bunga kebijakan pada 5,75% untuk tahun ini, mengingat nilai tukar rupiah yang stabil. Mirae Asset Sekuritas Indonesia memperkirakan tingkat suku bunga 5% untuk tahun depan.

“Kami memperkirakan rupee akan menguat didukung oleh tren suku bunga kebijakan AS dan kebijakan fiskal yang kuat,” kata Karinska dalam catatan penelitiannya.

Sementara itu, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan nilai tukar rupiah akan tetap pada level saat ini, mengakhiri tahun ini pada 15.415 rupiah terhadap dolar AS. Rupiah kemudian akan terus menguat pada tahun depan dengan kurs jangka panjang Rp15.015 terhadap dolar AS pada akhir tahun 2025. 

Meskipun tren bullish baru-baru ini, riset Mirae Asset Sekuritas di Indonesia memproyeksikan rupiah telah terkoreksi dalam jangka menengah. 

Volatilitas rupee dalam jangka menengah bergantung pada prospek pengumuman kabinet Presiden terpilih Prabowo Subiant. Selain itu, ada pemikiran mengenai pemimpin daerah dan pemilihan presiden AS mendatang.

Chief Revenue Officer Forexindo Futures Ibrahim Aswaibi meyakini rupiah akan menguat signifikan di atas Rp 15.400 jika bank sentral memangkas suku bunga. Jika rupee terus menguat, kemungkinan akan mendapat perlawanan di Rp 14.700.

Ketika rupee menguat, dolar AS melemah di tengah ekspektasi resesi data ekonomi AS dan perdagangan mata uang terhadap yuan Tiongkok, katanya.

“Dolar AS kembali melemah dan berdampak positif terhadap rupee. “Pada saat yang sama, rupee menguat secara signifikan didukung data ekonomi domestik yang baik.”

Menurut dia, jika Federal Reserve memangkas suku bunga acuan setelah BI, maka rupee akan menguat. Namun rupee berpotensi melemah akibat faktor geopolitik di Timur Tengah yang menyebabkan dolar AS menguat. 

Dampak rupee terhadap pasar keuangan

Sementara itu, Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp15.400 hingga Rp16.000 per dolar AS pada akhir tahun ini. 

Katarina Setiawan, kepala ekonom dan ahli strategi investasi MAMI, mengatakan beberapa katalis positif dan negatif mempengaruhi pergerakan rupee terhadap dolar AS pada paruh kedua tahun ini. 

Pertama, perubahan ekspektasi Federal Reserve pada bulan Juli berarti tekanan terhadap rupee telah mereda dan investor asing mulai mencatat pembelian bersih di pasar saham dan obligasi.

Pada Rabu (14/8/2024), “Meredanya tekanan terhadap rupiah mencerminkan penurunan rata-rata imbal hasil pada lelang SRBI [Sertifikat Bank Indonesia Rupiah].” 

Ke depan, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas rupee antara lain perubahan ekspektasi suku bunga (FFR) Federal Reserve, pemilu AS, prospek RAPBN hingga 2025, stabilitas inflasi dalam negeri, dan kebijakan baru pemerintah. .

MAMI sendiri memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran 15.400-16.000 terhadap dolar AS pada akhir tahun ini, ujarnya. 

Meredanya tekanan terhadap rupiah dan kembalinya dana asing ke pasar domestik menjadi faktor pendukung kebijakan Bank Indonesia (BI), menurut Katarina. Dengan inflasi yang turun ke batas bawah target dan melemahnya konsumsi domestik, BI diperkirakan memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga.

Namun besaran penurunan suku bunga BI dinilai lebih konservatif dibandingkan penurunan suku bunga Federal Reserve.

“Hal ini dilakukan untuk memperlebar gap suku bunga dengan AS agar rupee tetap stabil. “Pada akhir tahun 2025, sesuai proyeksi pasar, BI rate akan diturunkan sebesar 100 basis poin dan Federal Reserve akan menurunkan suku bunga sebesar 150 basis poin,” kata Katarina.

Katarina meyakini berlanjutnya stabilitas nilai tukar rupiah akan menjadi titik balik sentimen investor di pasar keuangan Indonesia.

Adrian Joser, Head of Analyst and Strategy Mandiri Securitas, mengatakan IHSG tetap menarik, apalagi dengan penguatan rupee pada kuartal ini.

“Apresiasi rupee sebesar 5% pada kuartal ini dan penurunan harga batu bara yang berkelanjutan akan menghasilkan EBIT [laba sebelum bunga dan pajak] eks bank yang positif secara yoy,” demikian pernyataan resmi.

Penguatan rupee juga disebabkan oleh pelonggaran kebijakan dalam negeri, termasuk perkiraan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin pada tahun 2024 dan peningkatan likuiditas dibandingkan semester pertama tahun 2024.

Adrian mengatakan hal ini akan berdampak positif pada belanja yang dibiayai bank dan perusahaan-perusahaan yang berkinerja tinggi.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel