Bisnis.com, Jakarta – Industri eksplorasi dan produksi minyak dan gas (migas) masih perlu meningkatkan nilai pasarnya untuk menarik investor berinvestasi di sektor tersebut. Berdasarkan data yang dipublikasikan IHS Markit, Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 14 negara di kawasan Asia-Pasifik dalam hal daya tarik investasi produksi minyak dan gas. Di kawasan ASEAN, Indonesia juga unggul dari Vietnam dan Myanmar. Secara keseluruhan, peringkat daya tarik migas Indonesia adalah 5,30.

Ekspor minyak Indonesia telah turun secara signifikan sejak tahun 2015, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pada tahun yang sama, realisasi produksi minyak tercatat sebesar 779 ribu barel per hari (bph). Meski naik menjadi 829 ribu barel per hari pada tahun 2016, namun angka tersebut terus menurun hingga mencapai 605,4 ribu barel per hari pada tahun 2023. Tren serupa juga terjadi pada lift gas yang berkisar antara 1,202 juta barel setara minyak per hari (mboe per hari) pada tahun 2015 hingga 960 ribu barel setara minyak per hari pada tahun 2023.

Penurunan produksi ini menyebabkan Indonesia melakukan impor minyak mentah dan bahan bakar minyak sejak tahun 2008 hingga saat ini. Impor ini untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang mencapai 1,6 juta barel per hari pada tahun 2023, menurut CEIC.

Menurut SKK Migas, pada semester I tahun 2024, pelaksanaan investasi produksi migas mencapai 5,6 miliar dolar AS. Sementara target menarik investasi produksi migas pada akhir tahun ini dipatok sebesar US$17,7 miliar.

Selain sumur migas yang usianya di atas 25 tahun dan memerlukan tambahan investasi, beberapa kontraktor sewa guna usaha (KKKS) mengusulkan peralihan dari skema full sharing ke skema cost recovery. Sejumlah KKKS yang proyeknya terfragmentasi sepenuhnya mengalami kesulitan produksi akibat tidak menguntungkannya sumur migas.

Selain itu, rasio antara cadangan migas baru yang ditemukan dengan cadangan migas atau Reserve Replacement Rate (RRR) akan mencapai 123,5% pada tahun 2023. RRR sebesar 100% berarti cadangan baru melebihi cadangan yang diproduksi pada tahun berjalan. Namun kenyataannya, ditemukannya cadangan tersebut bukan berarti bisa langsung dieksploitasi dengan mudah.

Salah satu kendala yang dihadapi adalah masalah pembebasan dan eksploitasi lahan. Beberapa lahan cadangan tidak kompatibel dengan penggunaan lain, seperti lahan pertanian. Bahkan, SKK Migas pernah mengundang Kementerian Pertanian pada Rapat Pengelolaan Lahan dan Kehutanan tahun 2023 di Surabaya. 

Dalam rakor tersebut, Kementerian Pertanian berharap dengan rakor tersebut dapat meningkatkan interaksi antara kontraktor SKK Migas-KKS sebagai pelaku sektor eksplorasi dan produksi migas dengan Kementerian Pertanian sebagai regulator di sektor pertanian. Dan pekerjaan gas dapat dilaksanakan sesuai rencana kerja tertentu, dan sektor pertanian tidak kehilangan wilayah produktifnya.

Dalam pertemuan tersebut, Deputi Penunjang Usaha SKK Migas Rudi Satwiko menyampaikan kesiapan SKK Migas dan KKKS untuk melaksanakan operasi produksi migas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, diperlukan kemajuan dalam proses konversi lahan untuk produksi pangan berkelanjutan (LP2B).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (G.R.) Nomor 59 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permenton) Nomor 81 Tahun 2013, pelimpahan fungsi LP2B termasuk pada sektor migas. LP2B kata Menteri Pertanian. Lahan yang akan dibangun kembali harus diubah menjadi lahan yang luasnya minimal 3 kali lipat termasuk lokasi pembangunan. Penggantian lahan dilakukan dengan menggunakan Lahan Konservasi Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B).

Isaac Tony Matitaputty, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura Ambon, mengatakan penciptaan ketahanan energi dan pangan harus berjalan beriringan. Apabila terjadi tumpang tindih lahan, harus dicari solusi yang saling menguntungkan untuk menghindari tumpang tindih penggunaan lahan yang merugikan salah satu pihak. “Di satu sisi kita bisa menjaga ketahanan energi, namun ketahanan pangan tidak boleh dikompromikan,” tegasnya.

Mattittaputti mengusulkan untuk memberikan lahan pengganti kepada masyarakat yang lahannya telah dialihfungsikan. Namun mengingat keterbatasan lahan khususnya di Pulau Jawa, ia mengusulkan dilakukannya program intensifikasi pertanian pada lahan pengganti. Mereka percaya bahwa dengan pendekatan ini terdapat potensi tidak hanya untuk mempertahankan, tetapi juga meningkatkan produksi pangan.

“Kalau alternatif intensifikasi pertanian bisa dilakukan, maka bisa dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan. Teknologi pertanian yang ada sudah cukup canggih,” jelasnya.

Tantangannya adalah bagaimana menerjemahkan ide-ide tersebut menjadi kebijakan nyata yang dapat diterapkan di lapangan. Untuk mencapai keseimbangan antara ketahanan energi dan ketahanan pangan nasional, diperlukan koordinasi yang erat antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Pertanian, CCM Migas, pemerintah daerah, dan tentunya masyarakat petani.

Salah satu upaya untuk menemukan solusi ini adalah diskusi kelompok terfokus yang dilakukan oleh Business Indonesia dengan topik “Menarik Investor Migas untuk Menjamin Keberlanjutan Nasional.” Acara yang akan berlangsung pada Senin (22 September 2024) di Ramayana Terrace Hotel Kempinski Jakarta, Indonesia ini akan mempertemukan para ahli yang ahli di bidangnya untuk membahas isu-isu utama terkait upaya percepatan investasi produksi minyak. . . dan sektor gas.

Mereka adalah Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Komite Pengawas SKK Migas dan HIPMI Angwira, Asisten Deputi Bidang Maritim dan Penetapan Batas Kementerian Koordinator Marwesa Sora Lokito dan Direktur Eksekutif Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Lembaga Reformator Komaidi Notonegoro.

Kesepakatan FGD ini diharapkan dapat disimpulkan untuk mewujudkan ketahanan energi serta ketahanan pangan untuk mewujudkan keberlanjutan nasional.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.