Bisnis.com JAKARTA – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau BUMN dinilai masih layak mendapat suntikan penyertaan modal negara (PMN) jika mampu menunjukkan bukti perbaikan dengan dukungan Kementerian Keuangan. . 

FYI, DPR menyetujui PMN Rp 5 triliun untuk LPEI. Nilai tersebut separuh dari usulan pemerintah sebesar Rp 10 triliun. Hal ini diperhitungkan karena Eximbanka diduga melakukan penipuan dan pinjol. 

Toto Pranoto, Asisten Direktur Lembaga Kajian Manajemen BUMN Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), mengatakan LPEI perlu membuktikan bahwa pihaknya telah mengambil langkah-langkah perbaikan manajemen.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.06/2022 tentang PMN. Toto mengatakan, aturan ini mengatur kejelasan rencana bisnis; Mengawasi penggunaan dana dan memberikan sanksi kepada direksi BUMN yang tidak mencapai tujuan PMN.

“Jadi kalau ada BUMN sakit yang masih menerima PMN, harus dilihat dalam konteks ini. Misalnya, LPEI perlu menunjukkan bahwa pihaknya telah melakukan upaya mendasar untuk memperbaiki manajemen,” ujarnya saat dihubungi Bisnis di Jakarta, Selasa. Rabu (3/7/2024). 

Selain itu, LPEI juga harus menyempurnakan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam hal operasional dan manajemen risiko untuk mengurangi terjadinya mismanajemen. Penting juga untuk membenahi unsur-unsur organisasi yang dianggap sulit diubah.

“Kita perlu meningkatkan ide dan memprioritaskan budaya perusahaan yang lebih kompetitif.” “Jika syarat tersebut dapat dipenuhi, maka LPEI tetap berhak menerima PMN karena perannya yang strategis dalam mendukung usaha ekspor,” kata Toto. 

Menurut dia, kinerja perusahaan pelat merah penerima PMN tidak baik akibat penyalahgunaan alokasi modal. BUMN tampaknya tidak menunjukkan pelacakan pasca penyuntikan. 

Oleh karena itu, pada prinsipnya PMN kembali menegaskan bahwa pihaknya harus membantu ekspansi perusahaan-perusahaan pelat merah, bukan memanfaatkannya untuk menutupi utang-utang yang sudah lewat. 

“PMN terutama diperuntukkan bagi BUMN untuk membantu mereka mengembangkan usaha atau membangun modal kerja perusahaan. Jadi, PMN tidak bisa digunakan untuk membayar utang,” tutupnya. 

Selain menyebut laporan Bisnis sebelumnya terindikasi penipuan. LPEI mencapai 43,5% dari total kredit bermasalah atau Rp32,1 triliun dari pinjaman yang diterbitkan sebesar Rp73,8 triliun. 

Riyani Tirtoso, Ketua Dewan Direksi dan CEO LPEI, mengatakan penurunan kualitas kredit pada lembaga yang dipimpinnya terjadi sebelum tahun 2018. 

Penyebabnya, sebagian besar penyaluran pinjaman tersebut berlebihan, kata Riyani dalam rapat gabungan dengan Komisi XI DPR RI, Senin (7/01/2024). 

Menurutnya, selain menyetujui pinjaman yang mendistorsi kemampuan peminjam, LPEI juga tidak memiliki infrastruktur atau sistem peringatan dini terhadap kualitas pinjaman peminjam. Termasuk tidak adanya unit pengelola kredit macet. 

Hal ini menyebabkan LPEI mengalami kerugian sebesar Rp 16,5 triliun pada tahun 2023 jika digabungkan dengan kerugian individu pada tahun tersebut. Kerugian ini ditambah dengan penurunan nilai aset keuangan sebesar Rp 16,9 triliun.

Simak Google News dan berita serta artikel lainnya di channel WA.