Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan kembali melemah pada Kamis 30/05/2024). Dolar AS kemungkinan akan menguat seiring dengan kemungkinan The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya lebih lama.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan berfluktuasi, namun pada kisaran Rp16.150 hingga Rp16.200 per dolar AS pada hari ini. 

Pada Rabu (29/5/2024), rupiah ditutup melemah 70 poin atau 0,44% di Rp 16.160 per. Dolar Amerika. Indeks dolar AS menguat 0,06% menjadi 104,67.

Sementara sebagian besar mata uang Asia lainnya melemah. Won Korea misalnya melemah 0,50%, disusul Yuan China 0,06%, dan Rupee India 0,18%. Baht Thailand, ringgit Malaysia, dan peso Filipina masing-masing melemah 0,42%, 0,35%, dan 0,87%.

Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan dolar AS disebabkan kekhawatiran akan berada di atas target The Fed.

“Kekhawatiran inflasi yang masih di atas target The Fed memberikan sejumlah dukungan terhadap mata uang AS,” ujarnya dalam catatan penelitian, Rabu (29/5/2024).

Data hari sebelumnya menunjukkan kekhawatiran terhadap inflasi masih ada, dengan banyak rumah tangga memperkirakan tingkat suku bunga yang lebih tinggi pada tahun 2025.

Sementara itu, Presiden Bank Sentral Federal Minneapolis Neel Kashkari mengatakan bank sentral AS harus menunggu kemajuan signifikan dalam inflasi sebelum memangkas suku bunga. Bank sentral juga mempunyai opsi untuk menaikkan suku bunga jika inflasi tidak turun.

“Inflasi harga konsumen naik kurang dari perkiraan pada bulan April, meningkatkan ekspektasi bahwa The Fed semakin dekat untuk memangkas suku bunga, namun para pejabat Fed bersikeras mereka ingin melihat kemajuan dalam beberapa bulan sebelum melakukan pelonggaran kebijakan,” kata Ibrahim.

Di sisi lain, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, antara Palestina dan Israel, dikhawatirkan dapat berdampak pada perekonomian Indonesia sehingga risiko geopolitik harus terus diwaspadai. Setiap kenaikan akan menyebabkan volatilitas di pasar keuangan.

Terutama disebabkan oleh kenaikan harga minyak dan inflasi yang kembali mengetat sehingga sulit untuk mencapai target. Situasi seperti ini diharapkan tidak terulang lagi.

Selain itu, kemungkinan kenaikan harga minyak jika konflik semakin memuncak juga akan berdampak pada defisit APBN, dan bisa saja meningkat mengingat subsidi BBM saat ini masuk dalam APBN, kata Ibrahim.

Pada saat yang sama, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat koordinasi dengan seluruh otoritas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan perekonomian global yang terus melambat akibat meningkatnya ketegangan geopolitik.

“BI juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut,” jelasnya.

Saksikan langsung pergerakan nilai tukar rupee terhadap dolar AS hari ini.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel