Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melaporkan total kewajiban atau liabilitas perusahaan BUMN mencapai Rp 6.957,43 triliun pada akhir tahun 2023. Jumlah ini lebih tinggi 4,02 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sebesar Rp6.687,96 triliun. Total liabilitas tersebut merupakan laporan keuangan gabungan 65 BUMN per 31 Desember 2023.

Kewajiban tersebut terdiri dari pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka panjang, dan kewajiban lembaga keuangan. Khusus pinjaman jangka pendek dari kegiatan usaha sebesar Rp541,99 triliun. Selain itu, liabilitas jangka pendek lainnya sebesar Rp 202,87 triliun. Peningkatan year-on-year sebesar Rp 174,89 triliun. 

Sekadar informasi, kewajiban jangka pendek lainnya terutama berasal dari Perusahaan Listrik Negara, Bank Mandiri, Pertamina, Bahana Pembinhan Usaha Indonesia (IFG), Telkom Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia. 

Selain itu, utang operasional jangka panjang sebesar Rp7 triliun dan liabilitas jangka panjang lainnya sebesar Rp273,63 triliun. Laporan keuangan gabungan tersebut juga menyajikan total utang jangka pendek dan jangka panjang perusahaan publik secara rinci.

Sementara itu, pembiayaan pasar modal jangka pendek dan pinjaman korporasi berdasarkan jenisnya meningkat 23,54% dari Rp263,07 triliun menjadi Rp325 triliun. 

Utang jangka pendek kepada pemerintah turun dari Rp 25,61 triliun menjadi US$ 16,42 triliun pada periode ini. Selain itu, jatuh tempo utang surat berharga meningkat dari Rp 67,88 triliun menjadi Rp 89,63 triliun dalam setahun. Sedangkan liabilitas sewa turun dari Rp21,32 triliun menjadi Rp16,36 triliun. 

Sedangkan untuk liabilitas jangka panjang, total utang BUMN sedikit menurun dari Rp525,23 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp522,22 triliun pada tahun lalu. Obligasi pemerintah jangka panjang meningkat dari Rp23,94 triliun menjadi Rp25,28 triliun. Sedangkan liabilitas sewa jangka panjang turun dari Rp88,8 triliun menjadi Rp85,32 triliun. 

Sedangkan utang surat berharga jangka panjang turun tajam, dari Rp643,45 triliun menjadi Rp547,37 triliun pada tahun 2023, turun 17,55 persen. 

Berdasarkan pengajuan, utang pembiayaan BUMN pada periode ini mencapai Rp1.627,62 triliun, turun 1,9% dari sebelumnya Rp1.659,34 triliun. Penurunan utang BUMN terutama didorong oleh Pertamina yang mengurangi utang sebesar Rp40 triliun, Hutama Karya sebesar 30% (Rp 14,4 triliun), dan PLN sebesar 3% (Rp 12,9 triliun). 

Sejumlah BUMN juga mengalami deleveraging, yakni Krakatu Steel (Rs 5 triliun), Pelindo (Rs 3,2 triliun), PTPN III (Rs 3,1 triliun), BNI (Rs 2,7 triliun), Garuda (Rs 3,2 triliun). ). ,3,1 triliun) dan Pupak Indonesia (Rp 2,6 triliun). 

Sedangkan kewajiban terbesar dalam laporan keuangan bersama ini berasal dari lembaga keuangan tertentu yang mencatatkan nilai sebesar Rp4.042,16 triliun, lebih tinggi dibandingkan kewajiban tahun lalu sebesar Rp3.803,37 triliun. Kewajiban tersebut berupa simpanan masyarakat seperti giro, pinjaman, dan deposito.

Nawal Nili, Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN, mengatakan pembiayaan utang yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu indikator yang dipantau pihaknya secara ketat.

“Itu [utang BUMN] itu angka yang terus kami pantau,” kata Nely kepada Bisnis, pekan lalu (17/9/2024). 

Risikonya, meski saldo utang menurun di akhir tahun 2023, namun rasio beban bunga meningkat akibat kenaikan suku bunga. Pada tahun pelaporan ini, BUMN secara kolektif membayar bunga utang sebesar Rp 82,1 triliun dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp 75,32 triliun. 

Ia juga mengatakan, pemantauan utang merupakan bagian dari manajemen risiko perusahaan pelat merah yang terus berkembang dan semakin kompleks. Nely yang juga anggota panitia seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) juga mengatakan, BUMN besar yang berpotensi sistemik berada dalam kondisi sehat menurut penilaian lembaga pemeringkat. 

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel