Bisnis.com, JAKARTA – CEO Reforminer Institute Komaidi Notonegoro memberi nasihat kepada PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN untuk melakukan simulasi transportasi gas dari Blok Tuna sebelum mempertimbangkan investasi infrastruktur di lapangan.
PGN baru-baru ini berencana mengangkut gas dari Blok Tuna di Kepulauan Tuna, dekat Vietnam, untuk memenuhi kekurangan gas pipa di beberapa lapangan di wilayah Sumatera Selatan dan Jawa Barat.
“Penting untuk melakukan perbandingan komparatif dengan pipa gas atau LNG yang lebih efisien,” kata Komaidi saat dihubungi, Rabu (24/7/2024).
Menurut Komaidi, harga gas yang diekstraksi dari Blok Tuna untuk pelanggan dalam negeri akan lebih tinggi karena jaraknya yang lebih jauh.
Pada proyek pengembangan lapangan (Pod) saat ini, produksi gas dari Blok Tuna akan disalurkan ke pelanggan di Vietnam. Pasalnya, Blok Tuna dekat dengan fasilitas produksi di Vietnam, hanya berjarak 80 kilometer.
Sedangkan daerah produksi terdekat di perairan Indonesia adalah Laut Natuna Blok A yang berjarak 385 kilometer. Oleh karena itu, memproduksi Blok Tuna tidak akan ekonomis jika harus membangun jaringan pipa baru ke Indonesia.
“LNG itu tidak mudah, karena ada tambahan biaya untuk mengubah gas bumi ke LNG, ada juga biaya transportasi dari sana ke pengguna, dan kemudian tambahan biaya gas,” ujarnya.
Seperti disebutkan di atas, PGN saat ini sedang menjajaki kemungkinan investasi pengangkutan gas dari Blok Tuna, Kepulauan Natuna dengan proyek pengangkutan LNG.
Studi ini dilakukan bekerja sama dengan operator lapangan, Premier Oil Tuna B.V. melalui nota kesepahaman yang ditandatangani pada Selasa (23/7/2024).
Plt Sekretaris PGN Susiyani Nurwulandari mengatakan, penelusuran pengalihan gas dari blok Tuna ini dilakukan sebagai kompensasi atas berkurangnya pasokan gas pipa dari beberapa lapangan yang ditunjuk di Sumatera Selatan dan Jawa Barat saat ini.
“Karena letaknya yang terpencil dan lingkungan teknis yang rumit, tidak menutup kemungkinan kajian bersama akan mengarah ke proyek LNG dan diangkut melalui pipa pengangkutan LNG dari WK,” kata Susi saat dihubungi, Rabu. 24/7/2024).
Melalui persetujuan rencana pengembangan atau rencana pengembangan (PoD) I Blok Tuna yang ditandatangani Menteri Energi dan Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada akhir tahun 2022, lapangan migas tersebut diharapkan bisa eksis. 2026 dengan produksi maksimal 135 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd).
“Riset terkait LNG, termasuk bisnis LNG komersial antara PGN dan Premier Oil untuk mengisi pasar dalam negeri, masih dalam proses kajian bersama,” kata Susi.
Perkiraan biaya investasi pengembangan Lapangan Tuna meliputi investasi (tidak termasuk sunk cost) sebesar US$1,05 miliar, biaya investasi terkait biaya operasional sebesar nilai keekonomian sebesar US$2,02 miliar. dan pengabaian dan restorasi lokasi (ASR) menelan biaya US$147,59 juta.
Untuk menggairahkan perekonomian, pemerintah banyak memberikan insentif dengan perkiraan masa produksi hingga tahun 2035. Pemerintah telah melakukan investasi sebesar US$1,24 miliar atau setara Rp18,4 triliun.
Sedangkan total biaya kontrak sebesar $773 juta atau setara Rp11,4 triliun dengan biaya pemulihan sebesar $3,315 juta.
Dari sisi pendapatan pemerintah, diperkirakan pemerintah akan menerima sebesar Rp18,4 triliun atau lebih dari jumlah yang bisa diperoleh dari kontrak sebesar Rp11,4 triliun.
Blok tuna ini dioperasikan oleh Premier Oil Tuna B.V. (Harbour Energy Group) memiliki 50% hak partisipasi. Premier Oil bermitra dengan perusahaan minyak dan gas negara Rusia Zarubezhneft melalui anak perusahaannya ZN Asia Ltd, yang juga memiliki 50 persen saham.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel