Bisnis.com, Jakarta – Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) telah menyerahkan sepenuhnya keputusan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 12 persen kepada Presiden terpilih dan Wakil Presiden Prabowo Subianto, bersama Ma’ruf Ma’ruf Amin. Gibran Rockaboming. 

Menteri Keuangan Sri Malayani Indrawati mengatakan kenaikan tarif pajak tahun depan ada di tangan Prabhu. 

“[PPN 12%] Saya serahkan pada pemerintahan baru yang memutuskan,” ujarnya dalam jumpa pers, Rabu (26/6/2024). 

Ketentuan kenaikan PPN sebesar 1% dari 11% menjadi 12% tertuang dalam Undang-Undang (UU) no. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Undang-Undang Perpajakan (HPP). 

“Tarif Pajak Pertambahan Nilai…sebesar 12% [dua belas persen] yang mulai berlaku setelah tanggal 1 Januari 2025,” Pasal 7 Bab IV ayat (1) aturan tersebut dikutip Rabu (26/6). ) /2024). 

Sebelumnya, pemerintah telah menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022. Sementara dalam putusan yang ditandatangani Sri Miliani, pemerintah menetapkan tarif PPN bisa direvisi minimal 5% dan maksimal 15%. % %

Meskipun belum ada kepastian mengenai tarif PPN pada tahun 2025, Bank Dunia memperkirakan adanya kenaikan tarif, yang merupakan bagian dari reformasi, yang akan disertai dengan langkah-langkah untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan.

Dalam laporan terbaru Bank Dunia, Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2024, Bank Dunia mengamati dampak kenaikan tarif PPN akan dibatasi oleh basis pajak yang sempit dan rendahnya kepatuhan. 

Reformasi yang diprakarsai UU HPP pada tahun 2021 dapat diwujudkan melalui langkah-langkah jangka pendek dan menengah. 

Dalam jangka pendek, reformasi dapat dilengkapi dengan ambang batas pajak yang lebih rendah, penghapusan pengecualian pajak, dan mekanisme audit yang lebih baik untuk meningkatkan kepatuhan.                                         

Dalam jangka menengah, peningkatan akses dan ketersediaan data pihak ketiga untuk melacak dan memverifikasi pendapatan/pendapatan, serta peluang peningkatan penerimaan pajak melalui upaya formalisasi perekonomian dapat dilaksanakan. 

Sebab, pemerintah menyoroti pertumbuhan perekonomian informal atau yang dikenal dengan shadow economy sebagai tantangan utama pencapaian target penerimaan pajak. Dimana pertumbuhan shadow economy merupakan akibat dari perubahan struktur perekonomian yang mengarah pada digitalisasi dan semakin tingginya sektor informal.  

Untuk itu, Bank Dunia mendesak pemerintah untuk terus berupaya mengatur perekonomian Indonesia. 

Faktanya, pendapatan pemerintah yang semakin tinggi dari pajak merupakan cara untuk membiayai program pemerintah di masa depan tanpa meningkatkan defisit atau rasio utang. 

“Pada gilirannya, pendapatan pajak yang lebih tinggi dapat membiayai bantuan sosial sebagai kompensasi bagi masyarakat miskin yang terkena dampak tarif PPN yang lebih tinggi,” tulis Bank Dunia. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel