Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap penyebab penurunan produksi pangan yang terus terpuruk akibat berkurangnya peralatan produksi hingga mengakibatkan terhentinya produksi di 7 perusahaan. 

Ashady Hanafie dari Badan Pembinaan Direktorat Pengolahan Semen, Keramik dan Mineral Kementerian Perindustrian mengatakan, awal mula pasar semen Tanah Air sempat terpuruk akibat tingginya harga gas dan memburuk. masuknya murah masakan asing

“Sudah lama ada permasalahan serius di industri keramik dan kita manfaatkan setelah tahun 2018 rusak, menurun karena kenaikan harga gas, dulu di tahun 2015 kita banyak persaingan,” Ashady kata Indef. Debat umum, Selasa (16/07/2024) 

Menurut informasi Ashady, efisiensi produksi saat itu mencapai 90%. Pasca kenaikan harga gas dan membanjirnya impor menyebabkan penurunan sebesar 69% pada akhir tahun 2023.

Selain itu, terdapat kenaikan biaya produksi semen sekitar 5-6% akibat kenaikan harga minyak dan melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS. Selain itu, biaya pengangkutan semen juga akan meningkat sekitar 2-3% dari harga jual semen pada 1 September 2022.  

Sebaliknya, harga gas hingga 19 Mei 2023 di Jawa Barat dari US$6 per MMBTY menjadi US$6,5 per MMBTU, di Jawa Timur dari US$6 per MMBTU menjadi US$6,32 per MMBTU. 

Ashady juga membeberkan informasi jumlah impor ubin keramik yang terus meningkat dari tahun 2019 menjadi 75,6 juta meter persegi dan menjadi 93,4 juta meter persegi pada tahun 2023. 

“Persaingan perdagangan dengan produk semen Tiongkok berkurang karena pemerintah Tiongkok memberlakukan potongan pajak sebesar 14%. ‘Dalam bentuk tunai,’” katanya. 

Meningkatnya impor ubin keramik yang membanjiri pasar dalam negeri, terutama dari China, berdampak pada 7 produsen ubin keramik yang menghentikan produksinya. 

Saat ini ketujuh perusahaan tersebut adalah PT Indopenta Sakti Teguh, PT Indoagung Multiceramics Industry, Asosiasi PT Keramik Indonesia – Cileungsi, PT KIA Serpih Mas – Cileungsi, PT Ika Maestro Industri, PT Industri Keramik Victory Jaya, dan PT Maha Keramindo Perkasa. 

Demi menyelamatkan industri semen secara keseluruhan, Kementerian Perindustrian menerima rekomendasi Komisi Antidumping Indonesia (KADI) untuk mengenakan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap produk semen dari perusahaan China. 

“Laporan terakhir, BMAD itu diberikan selama lima tahun dan harganya berkisar 100,12% sampai 109,88%. Jadi BMAD itu akan kita berikan atau dilanjutkan prosesnya,” tutupnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel