Bisnis.com, JAKARTA – Donald Trump diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden AS. Kemenangan Trump akan mempengaruhi pasar obligasi Indonesia.
Ahmed Nasruddin, analis pendapatan tetap Pefindo, mengatakan ada dua skenario yang perlu dipertimbangkan jika Trump memenangkan pemilihan presiden AS mengenai dampaknya terhadap pasar obligasi.
Ia menjelaskan, konteks pertama terkait geopolitik, dan konteks kedua terkait ancaman Trump.
Ia mengatakan pada Rabu, 11 Juni 2024: “[Mengenai geopolitik] Saya berharap kemenangan Trump akan mengakhiri konflik geopolitik di Timur Tengah.”
Selain itu, terkait kebijakan proteksionisme Trump, ia menjelaskan kedua kandidat memiliki kebijakan perdagangan yang berbeda.
“Trump telah mengusulkan kenaikan tarif sebesar 10 persen dan tarif sebesar 60 persen terhadap Tiongkok, yang akan terus menyebabkan lebih banyak ketegangan perdagangan di bawah skenario Trump 2.0 dibandingkan di bawah pemerintahan Biden,” katanya.
Menurutnya, tarif yang dapat memicu perang dagang dapat mendongkrak nilai dolar AS dan melemahkan nilai tukar negara berkembang seperti Indonesia.
Selain itu, hal ini juga akan menaikkan harga yang dibayar konsumen, mengurangi inflasi, dan membuat suku bunga tinggi bertahan lebih lama dari perkiraan.
“Keduanya mempunyai dampak buruk di dalam negeri,” ujarnya. “Pertama, penguatan dolar memberikan tekanan lebih besar pada rupiah, sehingga bank sentral perlu melakukan intervensi lebih banyak.”
Menurut dia, situasi ini membuat penurunan suku bunga di dalam negeri semakin sulit karena salah satu pertimbangan utama bank sentral dalam menurunkan suku bunga adalah stabilitas nilai tukar.
Pada saat yang sama, menurutnya, inflasi di Amerika akan menyebabkan tingginya suku bunga di Amerika dalam jangka waktu yang lama. Sehingga bisa menurunkan suku bunga The Fed. Akibatnya, suku bunga yang lebih tinggi membuat suku bunga AS tetap terkendali dan menarik investor global.
Menurutnya, kondisi ini lebih menguntungkan pasar Amerika dibandingkan pasar negara berkembang, karena pasar Amerika sangat menguntungkan dengan latar belakang dolar dan suku bunga yang kuat.
“Jika suku bunga yang lebih tinggi bertahan lebih lama dari perkiraan, saya pikir akan ada lebih banyak surat utang baru dengan imbal hasil tinggi,” katanya.
Menurut dia, situasi ini tentu menarik bagi investor karena masih bisa memperoleh return yang tinggi dan menjualnya saat harga naik dan suku bunga berangsur-angsur turun.
Ia menjelaskan, pada tingkat suku bunga yang tinggi, pasar surat utang cenderung lebih menarik dibandingkan pasar saham karena suku bunga yang tinggi mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan stagnasi pasar saham.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel