Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menilai penangguhan izin baru fintech peer-to-peer lending merupakan upaya regulator untuk mengendalikan industri. 

Pemasaran oleh Aftech; Direktur Komunikasi dan Bina Lingkungan Abinprima Risky mengatakan penghentian sementara ini merupakan respons terhadap berbagai permasalahan yang muncul di industri. 

“Dari [perusahaan fintech] legal pun, kami masih menghadapi berbagai macam permasalahan. “Pinjaman online ilegal [pinjol] ada NPL [non-performing loan],” kata Abynprima, Selasa (8/10/2024). 

Masalah lain yang membuat regulator menunda adalah pendidikan konsumen. “Tingginya penggunaan fintech loan tidak diimbangi dengan pendidikan yang memadai sehingga menimbulkan berbagai macam permasalahan. “Menurut saya, Pesaing mempunyai visi untuk menekan pertumbuhan ini terlebih dahulu; Sehingga bisnisnya bisa sehat dan dikelola dengan lebih baik,” kata Abynprima.

Ia menyoroti industri fintech lending di Indonesia masih dalam tahap perkembangan yang penting. P2P lending ibarat produk keuangan yang masih ‘bayi’ namun kini terpaksa matang karena tingginya permintaan konsumen di Indonesia, ujarnya.

Namun, Ia menegaskan, peningkatan permintaan tidak dibarengi dengan perbaikan mendasar di industri. Hal ini menimbulkan beberapa kendala yang harus diatasi sebelum moratorium dapat dicabut. 

Permasalahan mendasar perlu diatasi, termasuk tata kelola banyak perusahaan yang perlu ditingkatkan. Selain itu, masih banyak permasalahan terkait tata kelola secara umum di sektor ini, ujarnya.

Terkait keputusan regulator untuk melakukan suspensi, Abinprima menilai hal tersebut bertujuan untuk mendorong persaingan yang sehat di antara para pelaku fintech. Menurut dia, diperlukan regulasi yang tegas untuk memastikan perusahaan yang beroperasi merupakan perusahaan yang bertanggung jawab. Konsolidasi dalam negeri diperlukan untuk memperbaiki model bisnis dan tata kelola di sektor ini. 

Pada awal perkembangan fintech lending, banyak pemain yang masuk tanpa regulasi yang memadai, tambahnya. 

“Saat itu sangat sibuk, jadi siapa pun yang mendaftar bisa langsung bekerja. “Ketidakstabilan terjadi saat itu dan regulator kini telah memberlakukan pembatasan yang ketat untuk mencegah hal serupa terjadi lagi,” kata Abinprima.

Abynprima masih menunggu keputusan. Hal ini tidak berarti bahwa regulator menghambat pertumbuhan industri fintech. Menurut dia, Regulator hanya ingin perusahaan yang beroperasi memiliki pijakan yang kokoh dan bersaing secara sehat. 

“Hal ini memberikan waktu bagi industri untuk memperbaiki dan mengatasi hambatan yang ada di Indonesia sehingga fintech lending dapat terus berkembang dengan lebih bertanggung jawab,” tutupnya.

Pada September 2023, OJK berencana melakukan moratorium izin fintech pinjaman. Namun moratorium izin fintech lending belum dicabut. Regulator masih melakukan evaluasi terhadap kinerja industri fintech P2P lending serta mencermati kesiapan dan pengawasan infrastruktur data di OJK. 

Dalam hal kinerja, Pembiayaan pinjaman fintech teratas tumbuh 35,62% YoY (year/year) dengan nilai nominal Rp 72,03 triliun pada Agustus 2024. Tingkat risiko kredit macet secara keseluruhan (TWP90) terjaga pada level 2,38%. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.