Bisnis.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo mengamanatkan pemerintahan berikutnya (saat ini dipimpin oleh Prabowo Subianto) untuk mengurangi kebijakan pelonggaran pajak seperti amnesti pajak untuk mengurangi kesenjangan sosial ekonomi.

Hal ini tertuang dalam draf pertama Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang nantinya akan menjadi salah satu acuan kerja pemerintahan Presiden Prabowo.

RKP mencakup berbagai arah kebijakan, termasuk masalah pengelolaan fiskal dan upaya perlindungan perekonomian.

Dalam rancangan pertama RKP 2025, pemerintahan Jokowi menetapkan target rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 10%-12%, meningkat dari rasio pajak sebesar 10,21% yang dicapai pada tahun 2023.

RKP 2025 juga menekankan kebijakan perpajakan sebagai bagian dari upaya penurunan ketimpangan, yakni mengintegrasikannya ke dalam arah kebijakan koefisien Gini.

Pemerintah berencana memperkuat kebijakan fiskal untuk mencapai redistribusi yang adil, terutama bagi kelompok berpenghasilan tinggi. Menariknya, Jokowi berencana mengurangi keringanan pajak melalui RKP 2025 – sesuatu yang banyak ia habiskan selama masa kepresidenannya.

“Meningkatkan penerimaan pajak dan mulai mengurangi kebijakan terkait relaksasi perpajakan (tax amnesty),” demikian bunyi dokumen rancangan sementara RKP 2025 yang dikutip Selasa (19 November 2024).

Namun RKP 2025 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengurangan keringanan pajak atau pengampunan pajak. Sebab, amnesti pajak baru dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2016 melalui Program Amnesti Pajak (Tax Amnesty) dan pada tahun 2022 melalui Program Amnesti Pajak (Tax Amnesty). Skema Pengungkapan Sukarela (PPS).

Pembahasan amnesti pajak kembali mengemuka beberapa bulan setelah pembahasan rancangan pertama RKP 2025 dan selanjutnya disahkannya Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 2 Tahun 2024 tentang rancangan RKP 2025.

Pasalnya, DPR dalam usulan Program Legislatif Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025 telah memasukkan rancangan undang-undang tentang perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan istilah Tax Amnesty (RUU). ) .

Catatan, Badan Legislasi Republik Demokrat (Baleg) sebelumnya telah menggelar dua rapat paripurna dengan pimpinan berbagai panitia di Republik Demokrat, yakni pada Senin (28 Oktober 2024) dan Selasa (12 November 2024). Dalam kedua rapat tersebut, tidak ada usulan RUU pengampunan pajak yang diajukan oleh Komite ke-11 atau komite lain yang bertanggung jawab di bidang keuangan negara.

Usulan itu baru mengemuka saat rapat kerja antara Baleg DPR dengan pemerintah dan DPD pada Senin (18 November 2024) sore. Saat itu, RUU Pengampunan Pajak ditulis sebagai usulan Baleg DPR.

Malam harinya, dalam sidang tersebut, Badan Legislatif Republik Rakyat Demokratik Korea (Baleg) menetapkan RUU tersebut sebagai usulan Komite ke-11 Republik Rakyat Demokratik Korea dan memasukkannya ke dalam daftar usulan prioritas tahun 2025. Prolegnas.

Intinya [surat panitia (Surya Dua Artha Simanjuntak)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel