Bisnis.com, IACARTA – Selepas masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir, nilai tukar rupiah justru menembus level Rp 16.000 per dolar AS.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (21/06/2024), nilai tukar rupiah melemah 45 poin atau 0,27% menjadi Rp 16.475 per dolar AS.
Melemahnya nilai tukar rupiah mengingatkan kita pada janji kampanye Presiden Jokowi pada 2014 10 tahun lalu. Saat itu, Jokowi berjanji nilai tukar rupiah akan turun hingga US$10.000 terhadap dolar AS.
Saat Jokowi mencalonkan diri untuk periode pertamanya pada Oktober 2014, nilai tukar rupiah saat ini berada di kisaran Rp12.000 per dolar AS. Sejak saat itu hingga akhir semester pertama, rupiah terus melemah hingga hampir Rp 15.000.
Melanjutkan periode keduanya yang dimulai pada 20 Oktober 2019, rupiah saat itu mencapai Rp 13.990. Setelah itu, rupiah terus melemah hingga tak pernah kembali ke level Rp 12.000.
Rupee semakin melemah ketika pandemi Covid-19 dimulai. Rupiah mencapai level terendah sejak krisis mata uang tahun 1998, yakni di angka Rp 16.700 pada awal April 2024.
Berbagai upaya pemerintah dan bank sentral untuk menahan pelemahan rupee membuahkan hasil. Nilai tukarnya bisa kembali ke domain Rp 13.000 setelah satu tahun. Namun tren penguatan tersebut tidak bertahan lama.
Mata uang global dan regional mendapat tekanan dari penguatan dolar AS, termasuk rupee, sejak kampanye Paman Sam menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi pada Maret 2022. Sejak saat itu, rupiah terus mengalami tren pelemahan hingga menembus level Rp 16.000.
Jokowi sebut KSSK
Menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah, Presiden Jokowi mengundang beberapa perwakilan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ke Gedung Negara pada Kamis (20/6/2024) untuk membahas perkembangan nilai tukar.
Seluruh perwakilan tiba di kompleks Istana Kepresidenan untuk bertemu atas undangan Jokowi, mulai dari Ketua Dewan Komisioner Badan Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Bank Indonesia Mahendra Siregar hingga Menteri Keuangan. Sri Mulyani Indrawati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi pengarahan kepada Presiden Jokowi mengenai perkembangan nilai tukar rupiah dan langkah pemerintah ke depan.
Menurut dia, nilai tukar rupee masih berada pada level aman. Perlu diingat bahwa nilai tukar dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor fundamental dan faktor sentimen jangka pendek. Selain itu, dari faktor pertama, Indonesia sudah baik-baik saja.
Dia menjelaskannya berdasarkan faktor-faktor kunci. Situasi Indonesia terlihat aman karena indeks penjualan riil menunjukkan konsumsi masyarakat mulai pulih terutama pada Mei-Juni.
“Dengan demikian, Mandiri Expenditure Index (MSI), kepercayaan masyarakat, dan PMI masih relatif baik dan ini menjadi dasar yang baik untuk memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kita pada triwulan II tahun 2024 yang masih akan sama seperti triwulan I. 2024,” ujarnya, Selasa (20/6/2024).
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wardjo mengamini, selain faktor domestik, tekanan terhadap rupiah didorong oleh persepsi stabilitas keuangan ke depan.
Menurut dia, naik turunnya nilai tukar rupiah disebabkan oleh kondisi fundamental perekonomian Indonesia dan sentimen jangka pendek. Namun risiko utamanya adalah nilai tukar rupee yang anjlok hingga ke level 16.400 terhadap dolar AS.
“Ada juga isu terkait persepsi stabilitas keuangan ke depan sehingga memberikan tekanan pada nilai tukar rupee,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (20/06/2024).
Selain itu, Perry menekankan kondisi fundamental perekonomian Indonesia masih tergolong baik. Namun hadirnya berbagai sentimen jangka pendek sangat mempengaruhi nilai tukar.
Ia tak menampik, ada beberapa sentimen di sektor dalam negeri yang sedikit membebani rupiah, salah satunya sentimen terhadap stabilitas keuangan APBN pada pemerintahan baru.
Perry melanjutkan, jika melihat sentimen global, suku bunga bank sentral Federal Reserve Amerika Serikat (AS) menjadi biang keladinya. Hal ini menjadi magnet bagi modal untuk meninggalkan negara berkembang menuju Amerika.
Perry mengatakan kenaikan suku bunga obligasi pemerintah AS menarik modal dari berbagai negara. Tak hanya itu, saat ini juga terdapat sentimen rendahnya suku bunga Bank Sentral Eropa yang dapat mempengaruhi posisi nilai tukar Indonesia.
“Sejauh ini, Federal Funds rate diperkirakan akan dipangkas beberapa kali sebelum akhir tahun. Kami perkirakan hanya akan terjadi satu kali pada akhir tahun,” pungkas Perry.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA