Bisnis.com, JAKARTA – PT Jamkrida Jawa Barat (Jabar) memaparkan tantangan dan strategi industri surety bond untuk mencapai target penetrasi 3,5% pada tahun 2028. Selain itu, pemerintah juga menargetkan portofolio penjaminan sebesar 90% untuk sektor mikro. , segmen usaha kecil, menengah dan koperasi (UMKM).

Plt Direktur Utama PT Jamkrida Jawa Barat (Jabar) Agus Subrata menjelaskan, saat ini terdapat 54,55 juta usaha mikro, 602 ribu usaha kecil, dan 44 ribu usaha menengah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 30,5% UMKM yang menerima kredit, dan sisanya sebesar 69,5% UMKM tidak menerima kredit dari lembaga keuangan khususnya bank.

“Melihat data ini tentu peluang adanya penjaminan sangat besar. Apalagi pemerintah sangat perhatian karena sudah diatur dalam UU 1/2016, dimana dengan adanya jaminan harus mendorong kemandirian dunia usaha khususnya UMKM dan memperluas akses UMKM terhadap sumber pembiayaan,” kata Agus Bisnis dan dikutip pada Sabtu (19/10/2024).

Meski peluangnya terbuka lebar, Agus menjelaskan perlu strategi untuk mewujudkannya. Salah satu contohnya adalah semakin berkembangnya peran teknologi digital.

“Di sisi lain, perlu juga peningkatan sumber daya manusia untuk pengelolaan risiko secara cermat sehingga tingkat kerugian dapat ditekan,” kata Agus.

Dari sisi metrik, pada Agustus 2024, laba kotor industri penjaminan (IJP) sebesar Rp 7,71 triliun atau naik 13,56% (y/y) dari Rp 6,79 triliun pada Agustus 2023 dari Rp 6,79 triliun. Secara bulanan, pendapatan kotor IJP juga meningkat 13,69% (month-to-month/MtM) dibandingkan Rp 6,78 triliun.

“Kapasitas penerimaan perusahaan penjaminan sangat dipengaruhi oleh rasio leverage yang dihitung berdasarkan besar kecilnya modal sendiri perusahaan. Semakin banyak ekuitas yang dimiliki suatu perusahaan maka semakin besar pula kapasitas penerimaannya yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan IJP,” kata Agus.

Selain itu, kata dia, pertumbuhan pendapatan IJP juga dipengaruhi oleh kemampuan mempertahankan reasuransi atau penjaminan. Semakin luas dan besar dukungan reasuransi maka semakin besar pula peluang peningkatan usaha.

Untuk mencapai tujuan besar penetrasi sekuritas ini, pemerintah mengidentifikasi faktor-faktor tantangan yang menghambat perkembangan industri sekuritas. Salah satunya adalah persaingan pasar dengan industri asuransi kredit.

Secara historis, pada tahun 2020-2023, pendapatan IJP belum mampu mengejar pendapatan premi asuransi kredit. Pada tahun 2020, nilai premi asuransi kredit dan surety bond sebesar Rp23,71 triliun dibandingkan IJP yang hanya Rp3,30 triliun. Kemudian pada 2021 nilainya menjadi Rp17,41 triliun dibandingkan Rp5,60 triliun. Dan pada tahun 2022 masing-masing menjadi Rp18,02 triliun, naik dari Rp6,99 triliun.

“Persaingan di industri keuangan adalah hal yang wajar. Namun karena pangsa pasarnya sangat besar, tingkat persaingan bisa dikendalikan bersama. Yang perlu dilakukan ke depan adalah memahami tarif yang memadai agar IJP/Eared Premium bisa menjadi alasan penutupan klaim yang timbul di kemudian hari,” tutupnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA