Bisnis.com, Jakarta – Ibarat langit dan bumi, pertumbuhan pendapatan antara orang terkaya di Indonesia dan masyarakat umum sangat timpang.

Hal ini terdokumentasi dalam Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia Tahun 2024: Pesawat Jet untuk Orang Kaya, Sepeda untuk Masyarakat Miskin yang dirilis oleh Center of Economic and Law Studies (Selios).

Selios menjelaskan, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir, namun kesenjangan ekonomi jauh lebih dalam. Kondisi ini tercermin dari laju kenaikan pendapatan dan aset.

Berdasarkan riset Celios, pendapatan tiga orang terkaya di Indonesia meningkat tiga kali lipat sejak tahun 2020. Di sisi lain, upah pekerja hanya meningkat sebesar 15% pada kurun waktu tersebut.

“Pekerja harus lebih keras mempertahankan diri karena pertumbuhan upah hanya meningkat 15%, sementara tiga miliarder teratas justru mengalami peningkatan kekayaan sebesar 174%,” seperti dikutip laporan Celios, Jumat (27/9/2024).

Selios mengutip daftar 50 orang terkaya Indonesia versi Forbes dalam daftar kekayaan menteri di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Analisis juga dilakukan terhadap data kuantitatif, antara lain distribusi pendapatan, distribusi kekayaan, indeks Gini, tingkat kemiskinan dan indikator ekonomi lainnya.

Hasilnya menggambarkan bahwa sebagian besar kekayaan dan peluang sebagian besar terkonsentrasi di tangan sekelompok orang kaya yang memiliki lebih banyak akses dan hak istimewa sehingga mampu menjadi jutaan kali lebih kaya.

“Mereka mendapat manfaat dari kebijakan, investasi, dan peluang yang tidak tersedia bagi kelas bawah,” kata laporan itu.

Selios menganalogikan ketimpangan dengan mengatakan bahwa gabungan aset 50 orang terkaya mampu membayar seluruh gaji seorang pekerja di Indonesia selama setahun. Dari segi nilai, kekayaan 50 orang terkaya Indonesia biasanya setara dengan kekayaan 50 juta orang.

Kesenjangan yang tercermin pada kesejahteraan profesor honorer merupakan potret kerentanan pekerja di sektor jasa dasar. Padahal, guru merupakan sosok kunci untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), sekaligus memenuhi terminologi Indonesia Emas 2045.

Celios, mengutip penelitian dari Institute for Demographic and Poverty Studies, melaporkan bahwa 74,3% master berpenghasilan kurang dari Rp 2 juta. Faktanya, 46,9% atau separuh guru honorer di Indonesia berpenghasilan kurang dari Rp1 juta.

Menurut Celios, disparitas ini mendorong pemerintah untuk mengenakan pajak pada kelompok super kaya secara lebih optimal. Sebab, kelompok ini mempunyai kemampuan dan peluang untuk melakukan penghindaran pajak.

Ada potensi pajak kekayaan hingga Rp 81,6 triliun dari 50 orang terkaya Indonesia. Berdasarkan perhitungan Celios, pajak tersebut dapat digunakan untuk mendanai program pangan gratis bergizi selama setahun bagi 15,1 juta orang, membangun 339.836 rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan memulihkan 3,2 juta hektar hutan bakau.

Hal yang sama juga bisa dikenakan pada pejabat publik atau pembantu Jokowi. Berdasarkan catatan Selios, total kekayaan para menteri mencapai Rp 24,52 triliun pada Februari 2024. Potensi pajak kekayaan para menteri Jokowi mencapai Rp 490,35 miliar. Rekomendasi kebijakan untuk mengatasi ketimpangan

Selios merekomendasikan setidaknya lima kebijakan praktis untuk mencegah semakin parahnya ketimpangan. Pertama, pembatasan penghindaran pajak dan amnesti bagi individu atau perusahaan ultra kaya (tax amnesty dan family office).

Kedua, transparansi data dan pelaporan perpajakan bagi perusahaan multinasional. Ketiga, pengungkapan pemilik sebenarnya (beneficial owner) seluruh perusahaan, yayasan, dan entitas untuk menciptakan pencatatan aset global.

Keempat, kerja sama internasional di bidang pengembalian pajak. Kelima, pengurangan konsentrasi kepemilikan saham pada beberapa perusahaan yang fokus pada masyarakat, dengan konsep koperasi, konsep partisipasi pegawai dalam dewan direksi (BOD), penerbitan sebagian saham untuk misi sosial dan lingkungan, serta transformasi. Perusahaan dan kepemilikan yang lebih demokratis atau bersama (koperasi).

Direktur Keadilan Fiskal Selios Media Vahudi Askar tak memungkiri perekonomian Indonesia tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir. Namun demikian, ketimpangan ekonomi juga semakin mendalam.

“Pengukuran yang terlalu fokus pada statistik makroekonomi seringkali melupakan arti sebenarnya dari pembangunan, yaitu memastikan manfaat pertumbuhan ekonomi benar-benar menjangkau seluruh lapisan masyarakat,” jelas media tersebut dalam laporan Celios yang dikutip, Jumat (27 /9/) 2024). .

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel