Bisnis.com, SURAKARTA – Ketua Umum Ikatan Kajian Ekonomi Indonesia (ISEI) sekaligus Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan stabilitas perekonomian Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan salah satu yang terbaik di dunia.

Hal itu disampaikan Perry saat membuka Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/9/2024).

“Kami memperkirakan ketahanan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir termasuk yang terkuat di dunia. Padahal, di masa Covid, Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat,” kata Perry.

Dia mencontohkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade terakhir sedikit di atas 5%. Menurutnya, tingkat pertumbuhan tersebut termasuk yang terbaik di dunia.

Padahal, menurutnya, struktur perekonomian sudah membaik meski masih belum sempurna. Ia menjelaskan, inflasi dapat dijaga pada kisaran 2% dan defisit anggaran akan selalu berada di bawah 3% – kecuali jika terjadi pandemi Covid-19.

“Indonesia adalah salah satu contoh terbaik bagaimana koordinasi moneter, fiskal, dan stabilitas makroekonomi menjadi landasan pertumbuhan,” kata Perry.

Mahasiswa FEB UGM ini juga yakin, semua itu bisa tercapai berkat reformasi struktural yang dilakukan Jokowi yang fokus pada aspek pembangunan infrastruktur, hilirisasi, digitalisasi, dan dukungan terhadap UMKM.

Meski demikian, ia menyatakan ISEI mencatat ada lima tantangan strategis ke depan. Pertama, perubahan dalam siklus ekonomi-keuangan semakin cepat dan berisiko menimbulkan kelemahan.

Kedua, adanya pergeseran pola sumber pertumbuhan ekonomi dari Amerika, Tiongkok, Indonesia, dan India. Ketiga, perubahan demografi yang semakin menua di negara-negara maju.

Keempat, perkembangan digitalisasi yang semakin pesat. Kelima, menciptakan inklusivitas dan ekonomi hijau bagi UMKM.

Oleh karena itu, lanjut Perry, ISEI merekomendasikan kebijakan strategi hilirisasi pangan secara bertahap. Dalam jangka pendek, fokusnya adalah pada komoditas yang dapat membantu menjaga ketahanan pangan, stabilitas harga, dan komoditas padat karya seperti beras, cabai, bawang merah, dan ikan. 

Dalam jangka menengah dan panjang, hilirisasi dapat diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui defisit transaksi berjalan, seperti produk rumput laut, kelapa sawit, dan tebu.

“Tentu saja keberhasilan hilirisasi pangan harus didukung oleh strategi utama lainnya yang mencakup kelembagaan, perdagangan, kebijakan daerah, dan strategi pembiayaan,” pungkas Perry.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel