Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Produsen Rokok Indonesia (GAPPRI) khawatir rencana penetapan harga Harga Jual Eceran (HJE) akan berdampak pada pekerja industri rokok (IHT).
Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan mengatakan HJE khususnya merek Sigaret Kretek Tangan (SKT) berisiko menimbulkan banyak pengangguran, khususnya bagi pekerja perempuan yang menjalankan usaha tersebut. Masyarakat yang menggantungkan penghidupannya pada SKT biasanya memiliki latar belakang pendidikan yang rendah.
Henry mengatakan dalam laporannya, Rabu (13/11/2024) “Munculnya HJE akan mengancam cara hidup mereka sehingga berdampak pada perekonomian negara.”
Ia mengatakan, pada tahun 2025, selain menaikkan UMK, juga berhak menaikkan tarif HJE dan tarif PPN sebesar 12%. Jika produk kita digabungkan, pasti harga rokok SKT akan lebih mahal dibandingkan rokok ilegal.
Menurut dia, harga satu bungkus SKT di lapangan saat ini sebanyak 12 batang berkisar Rp 12.000 hingga 14.000. Dengan bertambahnya ketiga faktor di atas maka harga SKT akan semakin tinggi, misalnya Rp 15.000 – Rp 17.000 per bungkus isi 12 batang.
Sedangkan rokok kretek ilegal [SKM] ada 20 batang, harga jualnya Rp 10.000 hingga Rp 12.000,” imbuhnya.
Meningkatnya HJE diyakini akan menimbulkan pengangguran baru dan merugikan negara akibat menurunnya pendapatan negara dari pengeluaran uang untuk produk tembakau, serta menambah kesulitan dalam penghapusan tembakau ilegal.
GAPPRI mendesak pemerintah untuk lebih mempertimbangkan implikasi sosial dan ekonomi sebelum mempertimbangkan kenaikan HJE.
“GAPPRI meminta pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan SKT untuk melakukan upaya peningkatan kualitas dan efisiensi produk,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel