Bisnis.com, JAKARTA – Target penerimaan negara tahun pertama yang diusung Prabowo Subianto sebesar Rp 945,1 triliun yang berasal dari pajak penghasilan (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terlalu optimistis, perkiraan para ekonom.

Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economic and Legal Studies (Celios), menilai target kenaikan tahun ini sebesar Rp 819 triliun tidak sejalan dengan masih tertahannya konsumsi. 

“Kinerja permintaan dalam negeri masih cukup menantang sehingga target PPN dan PPnBM masih terlampaui,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (22/9/2024). 

Seperti yang dibahas baru-baru ini, terdapat kecenderungan adanya tekanan pendapatan pada kelas menengah, sehingga sulit mencapai tujuan PPN.

Apalagi jika nantinya pemerintah menerapkan Undang-Undang Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. 

Hal ini secara efektif akan mencegah konsumsi dan mempengaruhi efisiensi penerimaan PPN. 

Di sisi lain, Bhima menuturkan, 58% belanja pajak didominasi oleh PPN dan PPnBM, yang merupakan porsi besar belanja pajak pada tahun 2025. 

“Kalau insentif pajaknya tetap besar, target ekonomi tahun depan hanya tumbuh 5,2%, tapi target PPN dan PPnBM tidak sama,” jelas Bhima.

Senada dengan itu, Fithra Faisal, ekonom Departemen Ekonomi dan Bisnis Indonesia, meyakini target pendapatan negara tidak akan tercapai tahun ini dan tahun depan karena menyusutnya kelas menengah di negara ini. 

Diperkirakan total penerapan pajak pertambahan nilai dan PPnBM akan bernilai Rp402,16 miliar pada akhir Juli 2024, dibandingkan potensi sebesar Rp819,2 miliar pada akhir tahun 2024.

Begitu pula dengan penurunan jumlah kelas menengah pada tahun depan, PPN dan PPnBM bisa stagnan di angka Rp 700 triliun.

“Sama sekali tidak ada yang bisa mendorong PPN dan PPnBM. Konsumsi kelas menengah menyusut,” ujarnya kepada Bisnis. ungkapnya, Minggu (22/9/2024).

Seperti yang dikutip pada II. Buku Laporan Keuangan dan RAPBN 2025; Penerimaan pajak pertambahan nilai dan PPnBM sebagai penyumbang penerimaan pajak terbesar kedua mengalami tren peningkatan selama lima tahun terakhir.

Pada tahun 2021, PPN dan PPnBM pulih menjadi 22,6% setelah mengalami penurunan sebesar 15,3% pada tahun 2020, seiring dengan pemulihan makroekonomi yang didorong oleh peningkatan konsumsi dan permintaan domestik. 

Pertumbuhan PPN dan PPnBM akan terus berlanjut pada tahun 2022 dengan laju pertumbuhan sebesar 24,6% karena peningkatan aktivitas perekonomian dan penerapan undang-undang HPP.

Sejalan dengan pemulihan ekonomi, PPN dan PPnBM terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan sebesar 11,1%. Tahun ini, hasil PPN dan PPnBM diperkirakan akan terus berlanjut dan tumbuh sebesar 7,3%.

Cek Google News dan berita serta artikel lainnya di WA Channel.