Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemanperin) mendukung rencana konversi pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi energi baru terbarukan (EBT) pada industri pengolahan atau peleburan mineral. Kementerian Perindustrian menginginkan aturan yang fleksibel.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan hal ini sejalan dengan upaya Kementerian Perindustrian untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) sektor industri pada tahun 2050, atau lebih cepat dari target nasional tahun 2060. 

“Kalau ke gas pasti [smelter] produksinya lebih sedikit, kita harus siapkan [industri], tapi itu berarti investasi baru,” kata Ags saat ditemui ICE di BSD usai Indonesia Halal Industry Awards (IHYA) 2024. . kata ), Jumat (27/09/2024). 

Dalam konteks ini, Agus mengapresiasi seluruh industri yang sadar akan tren global dan pasar global terkait produk olahan dan proses industri yang ramah lingkungan. 

Namun, ia meyakini mengingat besarnya investasi penurunan emisi di sektor industri, maka perlu adanya insentif dari pemerintah dalam bentuk kredit. 

“Kita perlu berdiskusi dengan kementerian/organisasi lain agar peraturannya juga bisa fleksibel sehingga pabrik bisa diberi wewenang untuk memasang setidaknya panel surya di atap rumah. “Aturannya harus fleksibel,” katanya. 

Sekadar informasi, sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong industri peleburan yang masih menggunakan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara untuk menggunakan energi baru terbarukan (EBT). 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadlia mengatakan, pemerintah mendorong penerapan regulasi terhadap industri yang menggunakan energi baru dan terbarukan, salah satunya smelter yang menggunakan energi fosil. 

“Veda Bay sedang membangun industri hilir dari bahan baku nikel. Sekarang sekitar 8-10 GW. Artinya 8.000 MW sampai 10.000 MW,” kata Bahlil, Rabu (25/9/2024). 

Bahlil menjelaskan, pihaknya telah berdiskusi dengan pengelola smelter Teluk Weda, yakni The Weda Bay Nickel (WBN), bahwa pada tahun 2025, pengolahan nikel di Teluk Weda akan menggunakan listrik yang dihasilkan dari energi surya yang dipasang di bekas lokasi penambangan.

Selain itu, perusahaan juga menargetkan untuk memperoleh setidaknya 60-70% pasokan listrik smelternya dari EBT pada tahun 2030. 

Tak hanya itu, Bahlil mengimbau agar smelter yang hanya memproduksi nikel pig iron (NPI) bisa menggunakan energi baru terbarukan, atau setidaknya menggunakan gas sebagai sumber listriknya. 

Ia tak memungkiri, investasi pembangkit listrik dari EBT masih lebih mahal dibandingkan batu bara. 

“Namun, tingginya biaya modal [capex/capex] untuk berinvestasi pada pembangkit listrik berorientasi energi baru dan terbarukan diimbangi dengan biaya produksi yang justru lebih mahal dibandingkan batu bara atau produk berbahan bakar fosil. “Secara finansial, itu tidak menjadi masalah,” jelasnya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA