Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Saham Indonesia (BEI) mengungkapkan ada 21 penerbitan dari 16 emiten Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) yang siap. 

Hingga 20 September 2024, BEI mencatatkan 107 emisi dari 63 emiten EBUS dengan akumulasi dana Rp 91,3 triliun. 

“Total penerbitan obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI sebanyak 588 penerbitan dengan total Rp 463,26 triliun dan USD 60,12 juta diterbitkan oleh 132 emiten,” kata Sekretaris Perusahaan BEI, Sabtu (23/23/2019) P.H. Eko Susanton (23/2). 9/2024). 

Pada 1-20 September 2024, BEI mencatatkan penerbitan obligasi korporasi dari tiga perusahaan. Pertama, Obligasi Berkelanjutan I Oto Multiartha PT Oto Multiartha Tahap II Tahun 2024 senilai Rp700 miliar pada 5 September 2024.

Kedua, obligasi stabil VI International Financial Fixed Rate Tahap IV 2024 senilai Rp2,5 triliun pada 9 September 2024.  

Ketiga: Saving Co-Investment Stable Bond II Tahap III Tahun 2024 senilai Rp 1,1 triliun. Obligasi tersebut diterbitkan oleh PT Provident Investasi Bersama Tbk. (PALM) dan mendapat rating idA dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). 

Di balik itu, beberapa perusahaan lain bersiap memasuki pasar obligasi. BEI mencatat, pipeline penerbitan EBUS didominasi oleh perusahaan-perusahaan di sektor bahan baku, keuangan, dan energi.

Lebih rincinya, 16 calon produsen EBUS tersebut berasal dari 2 perusahaan sektor bahan baku, 1 perusahaan sektor siklus konsumen, 3 perusahaan sektor energi, 5 perusahaan sektor keuangan, 2 perusahaan sektor industri, 1 perusahaan . . di bidang real estate dan real estate dan 2 perusahaan di bidang transportasi dan logistik. 

Laras Febriani, mantan manajer portofolio pendapatan tetap di PT Manulife Asset Management Indonesia (MAMI), mengatakan kelas aset obligasi secara historis memiliki kinerja yang baik selama periode penurunan suku bunga, sehingga bisa menjadi pilihan bagi investor untuk memanfaatkan potensi keuntungan modal dengan mengakses modal. . periode penurunan suku bunga global. 

Di sisi lain, pasar tidak bergerak lurus, selalu ada dinamika, sehingga sifat defensif obligasi memberikan elemen stabilitas untuk menjaga keseimbangan portofolio investor.

Menurut dia, dimulainya siklus penurunan suku bunga The Fed diharapkan dapat memberikan lingkungan yang mendukung rupiah dan dapat menarik tambahan aliran dana asing ke pasar obligasi Indonesia. 

Pasar obligasi sendiri secara konsisten menunjukkan tren positif sejak bulan Juli-Agustus dan tampaknya akan terus berlanjut. Sementara itu, nilai tukar rupiah cenderung terus menguat, saat ini berada di kisaran Rp 15.340 pada 18 September 2024, dan aliran dana investor asing ke pasar obligasi juga semakin meningkat. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel