Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Direktorat Jenderal Perpajakan belum menyelesaikan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025 meski sudah diperintahkan. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dwi Astuti, Direktur Konsultasi, Pelayanan, dan Humas DJP menjelaskan, keputusan akhir apakah akan menaikkan PPN akan diambil oleh pemerintah yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Pengenaan tarif PPN sebesar 12% memang diamanatkan UU HPP. Namun pengendalian tarif PPN akan mengikuti kebijakan baru pemerintah,” jelas Dwi Bisnis, Senin (14/10/2024).

Sebelumnya, kubu calon Presiden Prabowo Subianto berpeluang menolak kemungkinan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025, namun perdebatan tersebut harus disetujui terlebih dahulu oleh CDP.

Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional Pemilih Muda Prabowo-Gibran (TKN Fanta) Angawira memerintahkan Pasal 7 UU HPP menaikkan PPN menjadi 1% pada tahun depan.

Oleh karena itu, lanjut Anggawira, UU HPP bisa ditinjau kembali untuk menghapus kenaikan PPN. Revisi undang-undang sebenarnya hanya bisa dilakukan dengan persetujuan pemerintah dan DPRK.

“Kedepannya Pemerintah harus bicara dengan DPRK, bukan hanya kemauan pemerintah saja, karena ini keputusan politik ya kalau disebut undang-undang,” jelas Angawira saat ditemui di Munas Repnas di Gedung DPR. Selatan. Batavia, Senin (14/10/2024).

Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12% tidak menjadi masalah bagi dunia usaha, namun tidak menjadi masalah bagi dunia usaha jika menyangkut insentif pemerintah.

Menurutnya, danau uji coba akan mengikuti pemerintahan Prabowo ke depan. Meski demikian, Anggawira meminta semua pihak bersabar dalam penerapan tarif PPN.

“Jadi dalam hal ini kita tunggu, kalau ada revisi maka ada perubahan tarif PPN revisinya,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA