Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Ascolani sebelumnya mengumumkan rencana kenaikan pajak tembakau (CHT) atau pajak rokok pada tahun 2025.
Faktanya, telah terjadi pergeseran penggunaan tembakau dari kelompok I dengan biaya perawatan gigi yang lebih tinggi ke kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Namun Ascolani mengatakan pihaknya belum bisa memastikan dampak pendapat tersebut terhadap tarif pajak tembakau tahun depan.
Kita lihat pasti kalau saatnya tiba. Masih perlu belajar bersama, ujarnya kepada Bisnis Selasa (16/7/2024).
Menurut Menteri Keuangan (PMC) No. 191/2022, ekspor rokok atau CHT akan meningkat rata-rata 10% pada tahun 2023-2024.
Sementara itu, harga rokok kretek buatan tangan meningkat rata-rata 5% setiap tahunnya.
Tarif tersebut akan berakhir pada bulan Desember 2024, karena tarif ditetapkan selama dua tahun dan beberapa tahun.
Berdasarkan pemahaman kepabeanan dan rilis pendapatan semester I/2024 diperkirakan sebesar 41,8% dari APBN tahun ini.
Hingga akhir Juni, pendapatan bea cukai dan ekspor mencapai Rp131,2 triliun, naik dari Rp321 triliun.
Secara keseluruhan, pendapatan bea cukai dan ekspor mengalami penurunan sebesar 0,9% (year-on-year) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Bagi penerimaan pajak, dampaknya adalah menurunnya kualitas akibat masuk ke dalam golongan tembakau yang lebih murah.
Total produksi tembakau tercatat mengalami pertumbuhan, namun akibat resesi menyebabkan penurunan CHT sebesar Rp4,5 triliun, sedangkan kenaikan dari Tujuan II hanya sebesar Rp0,3 triliun.
Ke depan atau hingga akhir tahun, Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati mengatakan bea cukai dan pendapatan tidak akan mencapai target dan mencapai 92,4% atau Rp 296,6 triliun.
“[Prediksi ini] merupakan dampak dari menurunnya kelompok tembakau murah. “[Pemerintah] melanjutkan upayanya untuk memantau langkah-langkah anti-tembakau,” katanya dalam konferensi pers sebelumnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA