Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diingatkan untuk menutup kesenjangan pajak rokok yang masih tersisa pada kenaikan tahun 2025. 

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono Prianto Budi Saptono menjelaskan pajak rokok merupakan alat pengendalian produksi karena mencegah konsumsi. Sementara itu, retribusi merupakan salah satu sumber pemasukan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Negara. 

Prianto mengatakan, saat ini ada fenomena perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi rokok dikenai pajak minimal agar lebih murah. “Pelaku usaha [produsen] dan masyarakat [konsumen] akan mencari cara agar tidak perlu membayar pajak [pajak] yang tinggi. Cara ini bisa legal atau bahkan ilegal,” ujarnya, Selasa (16/7/2021). 2024). 

Para pengusaha besar ini, kata dia, menghasilkan produk rokok dengan ciri-ciri tidak kena pajak atau kena pajak rendah. Tujuannya agar masyarakat dapat mencari pengganti rokok yang pajaknya tinggi dengan rokok yang pajaknya rendah. 

Sementara itu, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mendukung pemerintah kembali menaikkan CHT. Kemungkinan itu sendiri tertuang dalam kesepakatan DPR dengan pemerintah. 

Tertulis bahwa pemerintah akan mengintensifkan kebijakan kepabeanan CHT melalui tarif multi-tahun, kenaikan tarif yang moderat, penyederhanaan lapisan dan mendekatkan perbedaan tarif antar lapisan.

Alhasil, bauran kebijakan ini akan memberikan keseimbangan optimal antara kebutuhan pengendalian konsumsi, tidak menimbulkan gangguan signifikan terhadap industri, pengendalian rokok ilegal, sekaligus meningkatkan pendapatan CHT. 

“Iya [penerimaan pajak akan optimal], karena potensi hilangnya pendapatan dari rokok ilegal dan kegiatan downselling akan berkurang,” ujarnya, Selasa (16/07/2024). 

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani sebelumnya mengungkapkan rencana kenaikan pajak tembakau (CHT) atau pajak rokok pada tahun 2025. Kementerian Keuangan juga akrab dengan fenomena “class flight” kepada pengusaha melalui memproduksi rokok dengan tarif pajak yang lebih rendah. 

Namun Askolani mengatakan pihaknya saat ini belum bisa memastikan implikasi fenomena tersebut terhadap keputusan tarif pajak rokok tahun depan. 

– Kita akan lihat kapan waktunya tiba. “Ini masih harus kita pelajari bersama-sama,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (16/07/2024).

Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto menegaskan, tarif pajak rokok tahun jamak baru akan dibahas setelah pemerintah menetapkan angka pasti target penerimaan tahun 2025 pajak rokok. . 

Nantinya, setelah undang-undang APBN 2025 disahkan, berdasarkan target penerimaan hasil tembakau, akan dibahas dan diputuskan tarifnya, jelasnya, Selasa (16/7/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel