Bisnis.com, Jakarta – Banyak emiten BUMN yang berencana menambah modal melalui penerbitan obligasi di tengah upaya refinancing emiten negara.
Langkah penerbitan obligasi tersebut akan dilakukan oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) dan PT PP (Pesero) Tbk. (PTPP). Dalam waktu dekat, ADHI berencana menawarkan obligasi berkelanjutan IV tahap 1 senilai Rp 1 triliun tahun 2024.
Aksi korporasi ini merupakan rangkaian penawaran umum berkelanjutan (PUB) obligasi berkelanjutan tahap IV dengan total target dana Rp5 triliun. Penawaran ini akan dilaksanakan pada periode 2024 – 2026.
Ants Asnavi Mukhsan, Direktur Utama ADHI, mengatakan penerbitan obligasi perseroan akan dilakukan secara bertahap. ADHI berencana menerbitkan obligasi senilai Rp 1 triliun pada tahun ini, kemudian Rp 2 triliun pada tahun 2025 dan 2026.
Langkah tersebut pun mendapat sinyal hijau dari Kementerian Perindustrian Negara (BUMN) pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPS) 1 April 2024.
“Pemanfaatan dana PUB Obligasi IV meliputi refinancing, modal kerja, dan penyertaan kerja sama pemerintah dan badan usaha [KPBU],” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, awal April 2024.
Di sisi lain, PTPP juga berencana menerbitkan Obligasi Berkelanjutan IV PTPP pada tahun 2024 dengan target dana Rp3 triliun. Aksi korporasi ini akan berlangsung dalam dua tahap.
Sekretaris Perusahaan PTPP Bakhtiar Efendi mengatakan untuk tahap pertama, perseroan akan menerbitkan obligasi senilai Rp1,5 triliun yang terdiri dari dua seri. Seri A jatuh tempo pada 27 Juni 2027, sedangkan Seri B jatuh tempo pada 27 Juni 2029.
“Seri A memiliki kupon tersirat sebesar 9,50% – 10,25% dengan tenor tiga tahun, sedangkan Seri B memiliki kupon tersirat sebesar 9,75% – 10,50% dengan tenor lima tahun. “Obligasi Berkelanjutan IV juga merupakan IDA dari Pefindo. Nilainya sudah masuk,” ujarnya.
Bakhtiar menjelaskan, dana yang terkumpul nantinya akan dialokasikan Rp1,1 triliun untuk refinancing dan sisanya untuk modal kerja perseroan.
Refinancing merupakan kegiatan untuk membiayai kembali pembiayaan perusahaan. Langkah ini diambil untuk menjaga stabilitas operasional dengan melakukan restrukturisasi pendanaan.
Pinjaman Bom Karya 2019 – 2023
Berdasarkan aksi korporasi tersebut, BUMN Karya tercatat memiliki kewajiban yang cukup besar. Pada tahun 2023 misalnya, total liabilitas ADHI, PTPP, PT Vaskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) dan PT Vijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA) mencapai Rp 213,05 triliun.
Jumlah liabilitas terbesar disumbangkan Waskita senilai Rp83,99 triliun, disusul WIKA Rp56,4 triliun, lalu PTPP Rp41,38 triliun, dan ADHI senilai Rp31,27 triliun.
Namun total liabilitas BUMN Karya pada tahun 2023 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2022, yaitu mencapai Rp215,51 triliun pada tahun 2021 dan Rp215,57 triliun pada tahun 2021. Pinjaman BUMN Karya masing-masing mencapai Rp207,93 triliun dan Rp21 triliun pada tahun 2019 dan 2020.
Besarnya utang juga memaksa WSKT dan WIKA mengambil langkah restrukturisasi untuk memperbaiki kondisi keuangan perseroan. Di sisi lain, hubungan tersebut juga tidak terlepas dari kasus keterlambatan pembayaran utang yang dialami masing-masing perusahaan.
Vaskita Karya misalnya, gagal membayar bunga dan pokok obligasi yang jatuh tempo Rp 1,36 triliun pada 16 Mei 2024. Pinjaman tersebut berasal dari Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap IV Tahun 2019 Seri B yang memiliki tingkat bunga tetap 9,75. % setiap tahun. Untuk jangka waktu lima tahun.
Alhasil, Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali memperpanjang suspensi perdagangan efek WSKT. Saham perseroan juga masuk dalam daftar 41 emiten yang kemungkinan akan tercatat di bursa atau tercatat pada April 2024.
Perseroan awalnya menggelar rapat umum pemegang obligasi (RUPO) mengenai surat utang tersebut, namun gagal mencapai kesepakatan. Oleh karena itu, Vasquita akan menjadwalkan RUPO kembali dalam waktu dekat.
Di tengah kondisi tersebut, Direktur Utama Vaskita Karya Mohammad Hanugroho mengatakan perseroan berkomitmen memperkuat tata kelola perusahaan melalui penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara komprehensif.
Beberapa langkah spesifik yang dilakukan perusahaan adalah menghindari konflik kepentingan, menerapkan kode etik mengenai larangan karyawan dan manajemen sebagai mitra bisnis, didukung dengan sistem whistleblowing untuk deteksi dini pelanggaran.
“Dengan memperkuat pencegahan dan secara konsisten menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan manajemen risiko, perusahaan yakin upaya ini dapat mendatangkan nilai bagi pemegang saham dan meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan,” ujarnya.
Ermi Puspa Unita, SVP Corporate Secretary Vaskita Karya, menambahkan, proses restrukturisasi keuangan ditargetkan mulai berlaku pada semester I/2024 guna meningkatkan kinerja perseroan ke depan.
Berikut nilai liabilitas BUMN Karya tahun 2019-2023:
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel