Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah bisa saja memberikan sanksi (palsu) kepada institusi kesehatan yang melanggar kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizki Anurah menjelaskan, pelanggaran kerja sama ini bisa menyebabkan BPJS Kesehatan melanggar perjanjian kerja sama, sehingga fasilitas kesehatan tidak bisa melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Rizki kepada Bisnis, Selasa (30/07/2024), “Apabila terjadi perselisihan mengenai kecurangan dalam proses pelaksanaannya, aturan atau batasannya mengacu pada peraturan yang ada saat ini Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019.”
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Perpres tersebut, fasilitas kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap kerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan/atau kompensasi atas tindakan penipuan kepada pihak yang terkena dampak
Jika penipuan dilakukan oleh tenaga BPJS Kesehatan, penyedia layanan kesehatan, dan pemasok obat dan alat kesehatan, maka sanksi denda administratif dapat disusul dengan sanksi tambahan berupa denda. Hukuman akan dibayarkan kepada pihak yang dirugikan.
Selain itu, apabila penipuan dilakukan oleh tenaga kesehatan, penyedia jasa kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan, dapat dikenakan tanggung jawab administratif dengan pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, BPJS Kesehatan dalam metodenya membayar klaim pelayanan kesehatan kepada institusi kesehatan dengan menggunakan Dana Jaminan Sosial, yaitu dana perwalian yang dimiliki oleh seluruh peserta yang merupakan gabungan antara iuran dan kinerjanya
“Iurannya sendiri dari peserta, pemberi kerja, dan atau pemerintah, jadi kalau ada klaim yang tidak konsisten [penipuan] dan harus diganti oleh fasilitas pelayanan kesehatan, maka itu benar-benar rugi dan itu saja. tentang,” kata Rizki. Termasuk belanja pemerintah,” kata Rizki. . .
Disebutkan, jika fasilitas kesehatan melakukan penipuan, maka fasilitas kesehatan wajib menanggung biayanya dan BPJS Kesehatan dapat memutuskan kontrak secara sepihak.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengendalian BPJS Kesehatan Abdul Qadir menilai sanksi terhadap fasilitas kesehatan yang melakukan penipuan klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih lemah. Hal itu disampaikannya menanggapi temuan Tim Pencegahan dan Penanganan Penipuan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN).
“Hal ini terjadi lagi karena sanksi yang diberikan masih lemah,” kata Kadir kepada Bisnis, Kamis (25/7/2024).
PK-JKN mengaudit enam rumah sakit di tiga negara bagian. Hasilnya, satu rumah sakit di Jawa Tengah menunjukkan klaim palsu sebesar Rp20-30 miliar, satu rumah sakit di Sumut menunjukkan penipuan sebesar Rp1-3 miliar, dan satu rumah sakit lagi di Sumut menunjukkan sejumlah Rp4 menunjukkan penipuan. -10 miliar. .
Qadir mengatakan, “Jika kejadian ini terulang lagi, keberlangsungan Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS Kesehatan bisa terancam. Jika dana DJS terus berkurang, BPJS Kesehatan bisa rugi dan gagal bayar. Bisa jadi tidak berdaya,” kata Qadir. .
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA