Bisnis.com, JAKARTA – Direktur PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) Irfan Setiaputra memaparkan sejumlah alasan mengapa tiket pesawat domestik lebih mahal dibandingkan internasional.
Dijelaskannya, selama ini Garuda Indonesia selalu berkomitmen untuk menaati aturan harga tiket pesawat. Ada aturannya, termasuk aturan Menteri Perhubungan, soal batasan atas harga tiket pesawat.
Merujuk aturan tersebut, sejak 2019, kata dia, Garuda Indonesia tidak pernah menaikkan harga tiket penerbangan domestik.
“Tapi kalau merujuk ke [Peraturan Menteri Perhubungan], ada pajak avtur, PPN [pajak pertambahan nilai] juga naik. Ada bandara pajak. Itu sudah termasuk dalam harga tiket,” kata Irfan dalam aksi demonstrasi masyarakat, Dushanbe ( 11/11/2024).
Menurut Irfan, bahan bakar jet yang dibeli GIAA untuk penerbangan domestik akan dikenakan pajak sesuai ketentuan tarif atas. Sedangkan bahan bakar jet bebas pajak untuk penerbangan tujuan luar negeri seperti Singapura.
Selain itu, harga tiket yang mahal karena PPN naik dari 11% menjadi 12%. Lalu ada aspek pajak bandara. Menurut dia, GIAA membayar pajak Terminal 3 Domestik sebesar Rp168.000 kepada PT Angkasa Pura Indonesia. Sedangkan pajak untuk Terminal 2 sebesar Rp 120.000.
“Garuda yang patut disalahkan. Kami tidak pernah lepas dari pedoman penetapan harga dari pemerintah,” kata Irfan.
GIAA, sebaliknya, merupakan maskapai penerbangan yang tidak bermain di bisnis maskapai penerbangan bertarif rendah atau low cost. Sementara segmen low cost carrier dibidik anak usaha GIAA, Citilink.
“Jadi yang ingin saya sampaikan tolong lihat struktur iurannya. Jangan hanya minta pengurangan,” kata Irfan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA