Bisnis.com, Jakarta – Masyarakat menyerukan pengecualian pajak pertambahan nilai atau PPN hingga 12% tahun depan dengan memangkas pengeluaran. Seorang netizen pun mengajak netizen lain untuk menabung setidaknya selama satu tahun. Warganet mengimbau mereka untuk berhati-hati saat berbelanja dan berbelanja di warung sekitar daripada di mini market untuk menghindari PPN, kata Pengawas Pajak Fazri Akbar dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Namun, dia menilai pemboikotan PPN 12 persen dengan tidak memperdagangkan tidak hanya merugikan pemerintah, tapi juga banyak pihak. Sebab, bisa merugikan dunia usaha, sebaliknya bisnis tersebut mempekerjakan banyak orang. Akibatnya, jika pendapatan dunia usaha menurun, maka kemungkinan terjadinya PHK tidak bisa dihindari. “Kalau konsumsi dihentikan juga akan berdampak pada pelaku usaha. Malah pelaku usaha ini mempekerjakan karyawan,” kutip Fajri. Pada Minggu (17/11/2024), Fajri juga mengatakan masyarakat berhak melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah. Namun, menurutnya, protes tidak bisa dilakukan secara wajar dengan berkampanye di media sosial atau turun ke jalan, bisa dengan cara lain, bisa protes di media sosial, atau turun ke jalan, ujarnya. Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pajak Pratama-Creston Priyanto Budi Saptono memperkirakan 12 persen memboikot. Dia mengatakan, kebijakan PPN tidak akan banyak berpengaruh dalam menekan belanja. Transaksi impor juga merupakan Pos PPN Sebagai pos penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja Pemerintah (APBN), kedua jenis pos PPN tersebut di atas memberikan kontribusi yang sangat besar. Prianto memperkirakan kontribusi PPN dalam negeri pada 2024 bisa mencapai 24,6%. Sedangkan pada periode yang sama, kontribusi PPN impor mencapai 14,7 persen. Sebab tidak semua konsumsi masyarakat merupakan barang PPN yang wajib dipungut PPN. Ia mengingatkan, konsumsi sebagian masyarakat tidak dipungut PPN, “Oleh karena itu, mengurangi konsumsi harian sepertinya akan mengurangi dampaknya,” Menteri Keuangan Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah berencana menaikkan PPN. (UU) Tidak demi hukum. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Mengingat, § 7 ayat (1) Undang-undang (UU) no. 7/2021 mengatur kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% atau 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Aturan ini juga menjadi dasar kenaikan pajak pertambahan nilai dari 10% menjadi 11% pada bulan April. 2022. “Jadi disini kita sudah berdiskusi dengan bapak dan ibu bahwa ada undang-undangnya, kita harus melaksanakannya [naikkan PPN 12% di tahun 2025], tapi dengan penjelasan yang bagus kita masih bisa [melaksanakannya],” kata Mulyani Sagt dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel