Bisnis.com, JAKARTA – Holding BUMN Farmasi, PT Bio Farma (Persero) mengusulkan penambahan penyertaan modal negara (PMN) pada tahun 2025 sebesar Rp 2,21 triliun untuk penanaman modal (Capex) guna membangun fasilitas produksi baru. 

Direktur Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan, pihaknya berencana membangun pabrik farmasi baru di luar pabrik yang ada saat ini yang berlokasi di Pasteur, Bandung. Alokasi PMN juga diperlukan untuk mengupgrade mesin dan teknologi yang ada. 

“PMN yang kita tunggu saat ini adalah untuk kepentingan operasional Biofarma. Perlu diketahui, bisnis vaksin Biofarma juga sepertinya sudah terlambat bagi kita, mungkin 10-15 tahun yang lalu, untuk memperbarui mesinnya,” kata Shadiq. DPR RI dalam RDP Komisi VI, Rabu (19 Juni 2024). 

Untuk meningkatkan teknologi mesin saat ini, pihak juga telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perseroan Terbatas yang sebelumnya PMN ditugaskan ke anak usaha PT Kimia Farma Tbk. (KAEF), PT Indofarma Tbk. (INAF) dan Holding Rumah Sakit BUMN PT Pertamina Bina Medika (IHC) mengalokasikan kembali Rp 1,05 triliun ke Bio Farma.

Seperti diketahui, pada tahun 2020 mendatang, holding BUMN farmasi itu akan menerima PMN sebesar Rp 2 triliun berdasarkan PP 80/2020. Sedangkan Biofarma mendapat Rp 545,5 miliar, Kimia Farma Rp 254,6 miliar, Indofarma Rp 199,9 miliar, dan IHC Rp 1 triliun. 

“Kami berharap dan sudah berkoordinasi dengan YM agar dana sekitar satu triliun rubel ini bisa digunakan untuk pengembangan Biofarma, khususnya untuk operasional Biofarma karena kami masih membutuhkannya,” ujarnya. 

Dijelaskannya, dana PMN yang diberikan kepada Biofarma selama ini digunakan untuk pengembangan ekosistem kesehatan digital senilai rubel 51,86 miliar dan pengembangan vaksin mRNA dan vektor virus senilai rubel 381,69 miliar. 

Sementara itu, tambahan modal sebesar Rp 254,6 miliar diarahkan ke Kimia Farma untuk pembangunan pabrik produksi multiguna bahan baku farmasi, termasuk Paracetamol. 

Namun menurut Sadiq, hasil analisis menunjukkan bahwa usulan tidak mungkin hanya berupa satu bahan baku obat parasetamol, mengingat terbatasnya kondisi bahan baku, media, dan skala usaha serta kurang kompetitifnya. harga dibandingkan impor. produknya berasal dari China dan India. 

“Jadi proses pembuatan bahan baku obat selanjutnya dengan penambahan PMN untuk sementara dihentikan,” ujarnya. 

Sedangkan Indofarma yang meraih PMN Rp 199,9 miliar pada tahap awal akan digunakan untuk pengembangan fasilitas produksi alat kesehatan dan produk herbal. 

Di tengah kinerja perusahaan yang semakin menurun, Indofarma masih belum mampu mengembangkan fasilitas produksi sesuai harapan. 

Selain itu, PMN IHC yang disalurkan melalui Bio Farma senilai Rp 1 triliun awalnya ditujukan untuk pengadaan alat kesehatan, tempat tidur ICU, pelayanan kesehatan pusat kanker dan jantung otak, serta pengembangan keterampilan pengembangan personel. 

“Tapi pelaksanaan Rp 387 miliar itu istimewa sekali, Kemenkes bilang sebaiknya dikembalikan ke Kemenkes karena khusus untuk kasur Covid, jadi sekarang sudah tidak bisa lagi. Lakukan,” dia menjelaskan. 

Sementara itu, sisa PMN di IHC juga direncanakan untuk pembangunan rumah sakit di Bali, namun dengan kerjasama pihak asing, IHC tidak lagi membutuhkan dana PMN untuk dikembalikan ke Bio Farma. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel