Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum mau mengomentari keputusan Bank Indonesia (BI) yang menahan suku bunga atau BI rate di level 6,25%.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Eustins Prasto mengatakan Kementerian Keuangan akan memberikan pernyataan dalam rapat Konferensi Kerja dengan Parlemen.

Prasto juga tak mau menanggapi rencana Gubernur BI Perry Varjeo yang menilai nilai tukar rupee akan menguat dalam beberapa tahun mendatang. Menteri Keuangan (Menkeu) di bawah Sir Mulani mengatakan, dirinya akan berdiskusi dengan DPR mengenai kemungkinan perubahan nilai tukar Rupee sebesar US$16.100 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2025.

“Sebagaimana disampaikan Menkeu, akan dijawab dalam rapat antara Banggar [Dewan Keuangan DPR] dan Komisi XI [DPR],” kata Prastowo kepada Bisnis, Rabu (21/8/2024).

Sebagai informasi, hasil Rapat Dewan Pengurus (RDG) BI periode 20-21 Agustus 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga atau BI rate pada level 6,25%. BI juga menetapkan suku bunga deposito sebesar 5,50% dan suku bunga pinjaman sebesar 7,00%.

Gubernur BI Perry Varjeo mengatakan keputusan tersebut didasarkan pada fokus pada stabilitas keuangan yaitu memperkuat stabilitas nilai tukar rupee, serta langkah-langkah pencegahan dan perawatan ke depan untuk memastikan inflasi tetap terkendali sesuai sasaran. sebesar 2,5 ± 1% pada tahun 2024 dan 2025.

Perry pun meyakini penguatan rupee akan terus berlanjut pada tahun depan setelah menguat sebesar 5,34% pada Agustus 2024 di level 15.430 dolar terhadap dolar AS. Menurut dia, dukungan tersebut didukung oleh konsolidasi kebijakan keuangan BI, peningkatan akses modal asing, dan mulai mengurangi ketidakpastian perekonomian keuangan internasional. 

“Ke depan, nilai tukar rupiah harus terus meningkat, dengan hasil yang baik, inflasi yang rendah, dan kondisi perekonomian Indonesia yang tetap baik serta kesepakatan kebijakan BI,” ujarnya dalam keterangannya membahas temuan BI tersebut. Rapat Direksi, Rabu (21/8/2024).  

Perry melaporkan, kekuatan tersebut lebih besar dibandingkan mata uang regional seperti Thailand, Jepang, Peso Filipina, dan Won Korea yang masing-masing hanya 4,22%, 3,25%, 3,20%, dan 3,04%.

Penghasilan direktur BI ini rupanya berbeda dengan anggapan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah menetapkan nilai tukar rupiah pada Rp 16.100 per dolar AS sebagaimana tercantum dalam perspektif makro RAPBN 2025.

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Economic Development and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai rencana pemerintah tersebut realistis. 

Faisal menginformasikan, nilai tukar rupee bergantung pada pasokan dan permintaan. Artinya, jika permintaan mata uang asing (valas) pemerintah melebihi pasokan mata uang asing, maka nilai tukar rupiah akan turun; kembali.

Soalnya, Faisal melihat saldo saat ini mengalami penurunan dalam beberapa bulan terakhir. Data terakhir yang dirilis Bank Indonesia (BI) mengungkapkan defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai US$2,2 miliar atau 0,6% dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal I tahun 2024. 

Bahkan, jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan defisit saat ini pada kuartal IV 2023 yang mencapai 1,1 miliar dolar AS atau 0,3% terhadap PDB. 

Belum bisa dipastikan nilai tukar rupee mulai menguat belakangan ini. Namun, Faisal menilai dukungan tersebut hanya karena pemerintah telah mengeluarkan perjanjian internasional. Artinya, permintaan devisa pemerintah semakin meningkat sehingga nilai tukar rupiah turun.

Jadi (penguatan nilai tukar rupiah) bukan menjadi alasan untuk mengembangkan sumber daya, kata Faisal di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (21/8/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel