Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga (BI Rate) menjadi 6% dalam Rapat Direksi (RDG) pada 19-20 November 2024 dinilai tidak berdampak signifikan. . terhadap pertumbuhan kredit perbankan.
Manajer Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah menilai stabilitas suku bunga saat ini memberikan kejelasan dan kepastian bagi pasar dan perbankan.
Namun, menurutnya, hal tersebut akan kurang efektif jika perekonomian membutuhkan lebih banyak stimulus untuk memacu pertumbuhan kredit.
Terkait hal tersebut, Efdinal mengatakan, secara umum perbankan akan mempertahankan bunga pinjaman dan simpanan pada tingkat sebelumnya, karena pinjaman bank merupakan suku bunga dasar BI.
Menurut dia, saat ini belum ada insentif bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga. Akibatnya, diperkirakan tidak ada perubahan besar pada suku bunga pinjaman atau simpanan di bank.
Sebaliknya, jika kondisi perekonomian stabil dan tidak ada tekanan inflasi yang besar, permintaan kredit bisa tetap stabil meski suku bunga tidak berubah, kata Bisnis, Rabu (20/11/2024).
Ia mengatakan, perusahaan atau perorangan yang membutuhkan pinjaman bisa mengakses kredit dari negara sebelumnya.
Sementara itu, Efdinal menyatakan, dalam beberapa tahun terakhir BI mengalami kenaikan secara bertahap dibandingkan tahun 2022 dan mata uang acuan yang biasa digunakan adalah 6% dibandingkan suku bunga acuan sebelum tahun 2022.
Ia juga menyebut perlu mempertimbangkan konstitusi Bank Indonesia yang perlu mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak ketidakpastian situasi geopolitik dan perekonomian global.
“BI tidak melihat adanya kebutuhan mendesak untuk mengubah suku bunga dan kebijakan berdasarkan kondisi perekonomian saat ini [misalnya inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas sistem keuangan],” ujarnya.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menekankan bahwa kebijakan pinjaman bank memiliki jeda waktu untuk melakukan penyesuaian ketika terjadi perubahan suku bunga yang digunakan.
Namun, perseroan proaktif dalam memperoleh suku bunga rendah karena kondisi kesehatannya.
“Tetapi di BCA sendiri, menghasilkan uang menjadi hal yang kurang penting bagi kami karena kami memiliki cukup uang untuk melakukan hal tersebut,” kata EVP Corporate & Social Care BCA Hera F. Haryn.
Ia mengatakan, BCA mencatatkan suku bunga terendah sepanjang sejarah yakni 1,45% pada pameran terakhir.
“Itulah sebabnya kami menawarkan pembiayaan yang sangat menarik bagi peminjam kami yang benar-benar sesuai dengan profil pembiayaan yang kami berikan,” katanya.
Ia juga mengatakan BCA sangat berkepentingan untuk meningkatkan perekonomian nasional. Karena konsumen melihat bahwa salah satu indikator besar kemajuan ekonomi adalah pertumbuhan pembiayaan di pasar.
Selain itu, dalam menghadapi tahun 2025, BCA terus menyasar ke berbagai wilayah. Selain itu, portofolio pembiayaan ramah lingkungan, yang saat ini mencapai 25%, akan terus menjadi perhatian utama sejalan dengan misi bank untuk mendorong keberlanjutan.
“Di sisi lain, kita juga melihat betapa efektifnya pembusukan sosial ketika membiayai sektor-sektor yang berkontribusi terhadap perekonomian nasional, misalnya sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja. Hera mengatakan, “Untuk perbankan nasional, kami tetap menginginkan hal itu hadir.”
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel