Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto sekaligus Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono baru-baru ini membahas isu pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Namun kedua sudut pandang tersebut berbeda.

Sri Mulyani sendiri menyinggung pertumbuhan ekonomi sebesar 8% mengenang masa Orde Baru. Ia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada masa Presiden Soeharto hanya tumbuh sebesar 8%.

“Pertumbuhan tertinggi sebenarnya dicapai pada tahun 90an ketika kita mampu mencapai sekitar 8%. Sama persis dengan India saat ini,” ujarnya, Senin, pada acara Asean International Seminar and Growth Academy di Aula Dhanapala Kementerian Keuangan (23 September 2024). 

Padahal, lanjut Sri Mulyani, Indonesia ingin menjadi negara berpendapatan tinggi sesuai visi Indonesia Emas 2045. Menurut mereka, tujuan tersebut hanya bisa tercapai jika pertumbuhan ekonomi 7-8% per tahun, seperti yang terjadi pada Era Ketertiban Tahun Baru.

Lebih lanjut, Bendahara Negara menegaskan, tujuannya bukan hanya mencapai 8% saja, tapi juga berapa lama negara bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level tersebut. 

Untuk itu, Sri Mulyani sadar perlu memanfaatkan situasi perekonomian global yang tidak menentu saat ini. Ia yakin Korea Selatan bisa lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah, yang juga dikenal sebagai “jebakan berpendapatan menengah”, karena negara ini mendapat manfaat dari dinamika ketidakpastian global.

“Indonesia mempunyai industri hilir yang dinamis. Banyak negara yang beralih ke energi ramah lingkungan. “Indonesia memiliki semua sumber daya alam yang dibutuhkan untuk mendukung kendaraan listrik,” ujarnya.

Sementara itu, pada kesempatan lain, Thomas Djiwandono juga menyinggung pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, namun dengan sudut pandang yang sedikit berbeda. Jika Sri Mulyani mengingat masa lalu, Thomas lebih menekankan masa depan.

Elit Partai Gerindra menegaskan, pemerintahan Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% di masa depan. Untuk mencapai hal tersebut, salah satu sektor yang ke depan akan dimaksimalkan adalah ekonomi ekologi dan ekonomi digital.

“Mencapai pertumbuhan ambisius sebesar 8% bukanlah mimpi melainkan sebuah kebutuhan. Untuk itu, kita harus memanfaatkan mesin pertumbuhan baru seperti ekonomi digital dan ekonomi hijau,” kata Thomas pada Seminar Internasional dan Seminar Pertumbuhan Akademik di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (24/8/2024).

Ia juga menyatakan, Prabowo akan fokus pada peningkatan sumber daya manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Dengan cara ini diharapkan pasar tenaga kerja menjadi lebih produktif dan inovatif di masa depan sehingga dapat menarik investasi di Indonesia.

Dalam konteks ini, Thomas menekankan pentingnya peran inovasi teknologi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia mengklaim pemerintahan Prabowo akan menerapkan transformasi digital dan keberlanjutan.  

“Visi ini sejalan dengan Laporan Pembangunan Dunia 2024, yang menyoroti dua strategi utama. Pertama, peralihan dari pertumbuhan yang didorong oleh investasi ke menggabungkan investasi dengan adopsi teknologi. Kedua, pada akhirnya mengintegrasikan inovasi ke dalam keduanya,” ujarnya.

Namun, ia tidak memungkiri bahwa banyak tantangan global yang juga perlu diatasi, seperti perubahan iklim, ancaman pandemi, fenomena digitalisasi, dan kecerdasan buatan, karena dapat mengganggu pasar tenaga kerja tradisional.

Untuk itu, Thomas mengakui pemerintahan Prabowo juga akan fokus memperkuat kerja sama antar negara, khususnya kawasan ASEAN, untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Menurutnya, ASEAN akan menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi global.

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel