Business.com, Jakarta – Otoritas Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengumumkan serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN) terdeteksi pada 17 Juni 2024 pukul 23.15 WIB. Saat itu, ada upaya untuk menonaktifkan fitur keamanan Windows Defender, yang mana pihak mereka mengarah pada aktivitas jahat. Jadi apa itu Windows Defender?
Windows Defender adalah perangkat lunak yang melindungi dari malware. Sejak Windows 8, Windows Defender adalah bagian dari sistem operasi (pra-instal). Perangkat lunak ini berfungsi untuk mendeteksi dan menghapus virus, spyware, dan perangkat lunak berbahaya (malware) lainnya.
Pada generasi terkini seperti Windows 10 dan Windows 8, Windows Defender tersedia secara default, artinya dapat digunakan tanpa mengaktifkan fitur ini.
Windows Defender sangat sensitif terhadap rilis baru. Dalam banyak kasus, dilaporkan bahwa prosesnya agak sulit saat menginstal aplikasi atau menjalankan beberapa aplikasi karena ditolak oleh Windows Defender karena dianggap virus.
Berdasarkan hasil analisis forensik sementara, BSSN mengidentifikasi file terkait penyimpanan, VSS, volume HyperV, virtualdisk, dan Veam vPower NFS dinonaktifkan.
BSSN pada tahun 2010 20 Juni 2024 pukul 00:55 Windows Defender mogok dan tidak dapat dijalankan. Saat ini YIM sedang melakukan pemulihan dengan mentransfer data BSSN ke server pemerintah.
Juru Bicara BSSN Arindi Putra mengatakan, “Saat ini tim BSSN sedang melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap barang bukti forensik yang ditemukan dengan bukti fisik atau digital yang terbatas.” .
Lebih lanjut, Arindi mengungkapkan pihaknya berhasil mengidentifikasi sumber serangan BSSN yang berasal dari file ransomware bernama Brain Chipper Ransomware. Virus ini merupakan varian dari ransomware lockbit 3.0.
Dalam hal ini, sampel ransomware akan menjalani analisis lebih lanjut dengan melibatkan lembaga keamanan siber lainnya. Sebagai penutup, ia berkata, “Penting untuk mempelajari dan mencegah kecelakaan serupa terulang kembali.”
Pusat Data Nasional merupakan pusat data nasional berbasis cloud ad hoc yang saat ini digunakan oleh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah. Penyediaan Pusat Data Nasional Sementara ini merupakan perintah yang dikeluarkan dari Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2022 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Begitu pula dengan pembangunan data center nasional pertama di Kawasan Industri Deltamas, Sikarang, Bekasi, Jawa Barat yang sedang berlangsung dan diharapkan selesai pada tahun 2024.
Proyek yang bekerja sama dengan pemerintah Prancis ini akan memiliki 25.000 core, penyimpanan 40 petabyte, dan kapasitas pemrosesan 200 TB, menyusul kontrak 4 tingkat kelas dunia senilai 164,6 juta euro atau Rp 2,59 triliun. Penyimpanan.
Selain di Bekasi, PDN rencananya akan dibangun di Batam, Ibu Kota Negara Kepulauan (IKN), dan Labuan Bajo. Pusat data ini nantinya akan mengintegrasikan informasi dari kementerian/lembaga di seluruh Indonesia.
Pusat data tersebut merupakan program integrasi layanan digital pemerintah, INA Digital. Nantinya, ketika INA sudah digital, seluruh aplikasi layanan sosial pemerintah dapat diakses melalui portal nasional.
Sementara itu, salah satu proyek yang sedang digiatkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah pembangunan pusat data. Jokowi menilai pengembangan data center di Indonesia akan membawa manfaat lebih bagi perusahaan start-up lokal yang saat ini banyak menggunakan data center di luar negeri.
Di sisi lain, ia meyakini besarnya potensi ekonomi digital dan masyarakat Indonesia dapat menarik pemain internasional seperti Microsoft, Amazon, Alibaba, dan Google untuk berinvestasi dalam pengembangan data center mereka di Indonesia.
Sementara itu, terkait implementasinya di pemerintahan, Jokowi mendesak Indonesia segera membentuk pusat informasi nasional terpadu yang mengkoordinasikan seluruh kementerian dan lembaga. Berdasarkan kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2018, terdapat sekitar 2.700 pusat data di 630 institusi, baik pusat maupun daerah.
Artinya, rata-rata terdapat empat pusat data per instansi pemerintah. Secara nasional, penggunaan pusat data dan perangkat keras rata-rata mencapai 30% kapasitas. Fakta ini menunjukkan penggandaan anggaran telekomunikasi dan teknologi informasi. Ada hal yang harus kita hindari ke depan, kata Jokowi, seperti dilansir laman Kementerian Luar Negeri, Jumat (28/2/2020).
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel