Bisnis.com, Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengkritik penerapan Standar Ruang Rawat Inap BPJS Kesehatan (KRIS) yang akan diterapkan paling lambat 30 Juni 2025. 

Irma Suriani, Anggota Komite IX DPR RI dari Fraksi NSDM, mengatakan dengan diterapkannya KRIS, masyarakat berpotensi semakin sulit menerima layanan rumah sakit.

Pasalnya, saat menjalankan KRIS, dalam satu ruangan hanya akan ada empat ruangan. Padahal, sebelumnya untuk kelas III Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rata-rata satu kamar bisa menampung hingga 12 kamar.

“Kami bahkan tidak mampu menampung 12 kamar, apalagi empat. Hal pertama yang harus dipikirkan adalah bagaimana BPJS Kesehatan tidak merugi namun memberikan pelayanan prima. Saya yakin lantai tiga ini, yang asas keadilannya, pasti [menderita]. “Itu meresahkan masyarakat,” kata Irma dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI dengan Kementerian Kesehatan (COMNEX) pada Kamis (6/6/2024). 

Selain itu, Irma juga merujuk pada pernyataan Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saxono Harbuonu yang mengatakan banyak rumah sakit yang siap menerapkan KRIS. Menurutnya, masih banyak rumah sakit di daerah yang belum siap menerapkan KRIS. 

Tak hanya itu, Irma juga meminta kajian akademis tentang KRIS yang menurutnya tidak pernah disampaikan ke Panitia IX DPR RI. Menurutnya, dengan adanya kajian ini kita bisa mempertimbangkan apakah keberadaan KRIS terkonfirmasi atau tidak. 

Irma juga melihat implementasi KRIS dan koordinasi dengan asuransi swasta praktis bisa ditingkatkan berkat regulasi tersebut.

Sedangkan dengan menerapkan koordinasi antara Penyedia Asuransi (KAPJ) dan Asuransi Perawatan Tambahan (AKT), peserta dapat menikmati manfaat tambahan dengan membayar premi lebih banyak (manfaat tambahan) melalui AKT. 

Jadi jika Anda mengatakan ingin menyesuaikan asuransi swasta, jangan tertipu. Iuran BPJS Kesehatan 1%, Ketenagakerjaan 2%, namun tanpa Tapera 3%. Saat ini jumlah tersebut adalah enam persen dari beban masyarakat. “Tentu saja situasi ini merugikan masyarakat,” katanya. 

Sementara itu, Anggota Komite IX DPR RI dari Sayap Golkar, Daralsiska, menilai jika ruangan dalam satu ruangan lebih sedikit, yaitu 12 ruangan dibandingkan empat ruangan sebelumnya, maka pelayanan di sini akan meningkat.

Ia juga berharap penerapan KRIS dapat terlaksana dengan baik dengan koordinasi semua pihak. “Yang tersisa sekarang adalah apakah gaji Chris akan naik atau tidak. Dia berkata: Apakah biayanya akan meningkat atau tidak? 

Sebelumnya Wamen Dante menyampaikan, dari 3.057 rumah sakit yang menerapkan KRIS, sebanyak 2.316 (79,05%) memenuhi kriteria KRIS.  

Dari total 2.316 RS tersebut, 55 diantaranya merupakan Rumah Sakit Pemerintah Pusat (PUMPUS), 568 RS Pemerintah Daerah (PEMDA), 112 RS TNI/Polri, 26 RS Instansi Pemerintah (BUMN), dan 1.555 RS Swasta.

Sedangkan RS yang belum memenuhi 12 kriteria KRIS sebanyak 63 rumah sakit per 20 Mei 2024. Kemudian, 363 rumah sakit baru memiliki 11 kriteria, 43 rumah sakit hanya memiliki 10 kriteria, dan 272 rumah sakit memiliki sekitar 9 kriteria. 

Kajian tersebut juga menunjukkan bahwa perkiraan kehilangan tempat tidur setelah penerapan KRIS hanya kecil, kata Dante. Berdasarkan hasil survei, hingga saat ini yang belum kehilangan tempat tidur mencapai 609 rumah sakit, kemudian yang kehilangan 1 hingga 10 tempat tidur sebanyak 292 rumah sakit. 

“Sisanya hanya sedikit, yang tidak punya informasi hanya kehilangan 1-2 rumah sakit. Bahkan dikhawatirkan penerapan KRIS akan mengakibatkan hilangnya tempat tidur berdasarkan BOR [tempat tidur] yang ada saat ini. tingkat okupansi],” kata Dante, bahwa hal tersebut tidak akan terjadi”.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel