Bisnis.com, Jakarta – Pelaku industri petrokimia khawatir dengan masuknya impor hilir tekstil dan produk plastik dari China. Hal ini akan menghambat kekuatan industri hulu petrokimia karena daya serap pasar menurun dengan cepat.
Presiden Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Fajar Budyono mengatakan pemerintah perlu memahami betul tantangan yang dihadapi industri dalam negeri, termasuk sektor petrokimia.
Selain itu, industri petrokimia merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional.
“Karena skala industri petrokimia relatif besar, maka hal ini berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, pemerintah harus merumuskan kebijakan secara menyeluruh untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan industri tersebut, dimulai dari sektor hulu. Sektor petrokimia, kemudian sektor perantara terdapat industri polyester dan filamen, dan sektor hilir terdapat industri tekstil dan plastik, jelasnya dalam diskusi dengan Forum Jurnalis Industri (FORWIN) di Jakarta, Senin. (8/7/2024).
Mirisnya, pasokan bahan baku dan barang jadi plastik saat ini didominasi produk impor dari Negeri Tirai Bambu.
“China sangat agresif dalam membangun fasilitas produksi petrokimia sebagai bahan baku plastik selama pandemi COVID-19. Namun permintaan dari pasar dalam negeri belum mencukupi untuk menyerap produksi tersebut sehingga tidak menutup kemungkinan adanya tambahan pasokan, jelasnya.
Tiongkok juga menghadapi kesulitan dalam mengekspor bahan mentah atau produk plastik jadi ke pasar utama seperti Amerika Serikat karena pembatasan perang dagang. Dampaknya, Tiongkok mengalihkan ekspornya ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Mudahnya bahan baku dan barang jadi plastik masuk ke China karena eksportir di sana mendapat insentif dari pemerintah daerah,” kata Fajar.
Pengendalian produk impor semakin sulit setelah pemerintah melonggarkan kebijakan impor melalui pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
“Produsen plastik lokal juga kesulitan bersaing dengan produk impor dari China. Akibatnya, tingkat utilisasi produsen lokal terus menurun hingga saat ini mencapai 50%, tegasnya.
Jika maraknya bahan baku dan bahan jadi plastik impor terus berlanjut, bukan tidak mungkin banyak pabrik manufaktur plastik lokal yang tutup.
Hal ini tentu merugikan industri lain yang banyak menggunakan produk plastik, seperti makanan dan minuman, peralatan rumah tangga, dan otomotif.
Fajar yakin jika pemerintah segera merevisi aturan impor yang ada, permasalahan masuknya produk impor China bisa teratasi. “Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 sebaiknya direvisi untuk membatasi impor produk plastik dari China,” tegasnya.
INAPLAS telah menyerahkan beberapa dokumen kepada pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dari ancaman impor. BMTP). ,
“Implementasi kebijakan alat keselamatan seperti BMAD dan BMTP tidaklah mudah karena memerlukan data dan kajian yang mendalam,” maka kami bertemu dengan Kementerian Perindustrian untuk membahas situasi terkini industri petrokimia dan sektor plastik,” jelas saya dalam detail.
Kepastian hukum menjadi faktor penting yang dapat meningkatkan kinerja industri konstruksi di Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk terus membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif di dalam negeri agar produktivitas sektor industri manufaktur dapat tumbuh optimal.
“Optimisme pelaku industri menurun karena terbentur regulasi yang tidak mendukung. Hal ini tercermin dari melemahnya PMI manufaktur dan Indeks Keyakinan Industri (IKI) Indonesia, meski kedua indikator tersebut masih berkembang,” Reni Yanita, Direktur Jenderal Kementerian. Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT), di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Salah satu regulasi yang dinilai kurang ramah bagi pelaku industri adalah terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 terkait kebijakan dan regulasi impor. Pembatasan ini mengecualikan impor barang dari luar negeri yang identik dengan produk produksi dalam negeri.
“Dampak dari pemberlakuan Permendag 8/2024 antara lain menurunnya minat investasi akibat perubahan peraturan yang begitu cepat,” kata Rennie.
Padahal, di sektor IKFT banyak investor yang berencana menggunakan modalnya untuk memproduksi bahan baku plastik (BBP).
Namun akibat dicabutnya peraturan yang bertujuan untuk mengendalikan impor yaitu Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023, hal ini memaksa investor untuk memikirkan kembali investasinya di Indonesia, ujarnya. Dalam Peraturan Perdagangan 36 Tahun 2023, diusulkan 12 pos tarif barang BBP untuk aturan impor. Sedangkan pada Izin 8 Tahun 2024, rezim impor barang BBP dikurangi menjadi satu pos tarif.
Total impor produk petrokimia mencapai 8,5 juta ton pada tahun 2023, naik dari 7,75 juta ton pada tahun sebelumnya. Oleh karena itu, Kemenperin fokus menerapkan kebijakan substitusi impor dan meningkatkan investasi industri petrokimia agar dapat terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memperkuat strukturnya di dalam negeri.
“Saat ini, kapasitas pasokan polivinil klorida (PVC), polietilen tereftalat (PET), dan polistiren (PS) dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, kapasitas pasokan polietilen (PE) dan polipropilen (PP) masih mencukupi. , tapi sekarang sedang dalam tahap pengembangan,” ujarnya
Kementerian Perindustrian memperkirakan total nilai investasi beberapa proyek industri kimia di Indonesia sebesar 31,415 juta dolar AS pada tahun 2030. Investornya antara lain P.T. Chandra Ashri Perkasa, PT. Lotte Kimia Indonesia, Pt. Salfindo Adiusaha, Proyek TPPI Tuban Olefin, Proyek GRR Tuban.
Untuk mengurangi dampak regulasi yang kurang menguntungkan terhadap industri kimia, Rennie mengatakan perlu adanya upaya peninjauan kembali regulasi tersebut, khususnya untuk bahan baku plastik, khususnya aturan impor LLDPE atau PET.
“Selain itu, investasi pada sektor industri hulu kimia, khususnya komoditas petrokimia, memerlukan dukungan dan fasilitasi pemerintah untuk menjamin terciptanya lingkungan usaha industri,” tegasnya.
Sementara itu, Peneliti INDEF Ahmed Heri Firdaus menilai pemberlakuan Permendag 8/2024 akan menyebabkan membanjirnya produk petrokimia impor. “Jika impor produk hilir petrokimia tinggi maka industri hulu akan sulit bersaing. Selain itu, adanya ketidakpastian harga bahan baku petrokimia akibat fluktuasi harga minyak dunia,” ujarnya.
Faktanya, kenaikan PPN bahan baku petrokimia dari 11 persen menjadi 12 persen kemungkinan akan meningkatkan biaya modal. “Masalah finansial masih menjadi tantangan bagi industri petrokimia,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel