Bisnis.com JAKARTA — Produsen nikel PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (NICE) menargetkan produksi 1,8 juta ton nikel pada tahun 2024, setara dengan pendapatan 50 juta dolar atau 818 miliar dolar.

Direktur Adhi Kartiko Hendra Prawira mengatakan NICE menargetkan produksi nikel sekitar 1,8 juta ton, turun dibandingkan produksi tahun lalu sebesar 2,01 juta ton. 

Target tersebut sejalan dengan kondisi iklim dan curah hujan saat ini serta persiapan infrastruktur. Namun NICE mengumumkan produksi dan penjualan akan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan RKAB. 

“Pada tahun 2025 dan 2026, kami menargetkan produksi dan penjualan nikel mencapai 2,5 juta ton,” ujarnya saat paparan publik, Kamis (20/6/2024). 

Manajemen NICE memproyeksikan pendapatan sebesar 50 juta dollar AS hingga tahun 2024 dengan keuntungan sebesar 4 juta dollar AS atau sekitar Rp 65 miliar hingga 70 miliar. 

“Ini perkiraan sementara, kita harapkan yang terbaik, kita masih punya waktu 7 bulan lagi dan perkiraan itu mungkin akan berubah di kemudian hari,” kata Hendra. 

Hendra berpendapat prospek nikel dalam jangka panjang akan cerah atau membaik seiring dengan membaiknya permintaan baja nikel dan kendaraan listrik. 

Selain itu, dia mengatakan perubahan harga nikel hanya bersifat sementara, yaitu dari 16.000 dolar AS menjadi 20.000 dolar AS per ton. 

Hendra Prawira mengumumkan pada RUPST 2023 pada Kamis (20/6/2024) bahwa pemegang saham setuju untuk tidak membagikan dividen demi memperhitungkan belanja modal dan stabilitas modal kerja. 

“NICE menyadari perlunya mempertahankan modal untuk meningkatkan produksi yang ada,” kata Hendra.

Selain itu, NICE akan menginvestasikan US$7,7 juta dalam belanja modal, tidak termasuk pembagian dividen. Pembangunan jalan untuk melaporkan belanja modal; Ini akan digunakan untuk membangun dan kegiatan NICE lainnya. 

Seperti yang diketahui banyak orang, pada tahun 2023, NICE telah membukukan penjualan sebesar 900 miliar dolar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 864,84 miliar dolar. 

Namun keuntungannya hanya Rp 61,95 miliar dibandingkan sebelumnya Rp 108,86 miliar. Keuntungan dihilangkan karena harga komoditas; Hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya administrasi umum dan kerugian statistik. 

Sedangkan pada akhir tahun, jumlah yang sama tercatat sebesar Rp48,88 miliar dibandingkan awal tahun 2023 sebesar Rp31,93 miliar.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.