Bisnis.com, Jakarta – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pembangunan Armada Niaga Nasional atau PT PANN resmi dibubarkan. Selain itu, PT PANN yang telah berdiri selama 50 tahun bergerak di bidang perusahaan pembiayaan kapal niaga di Indonesia.

Pembubaran PT PANN berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2024 tentang Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pembangunan Armada Niaga Nasional yang ditandatangani Presiden Jokowi pada Kamis (17/10/2024).

Berdasarkan hasil kajian yang mempertimbangkan kinerja perusahaan, pangsa pasar, kelincahan dalam menghadapi gangguan pasar dan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas komersial, maka kelangsungan perusahaan tidak dapat dipertahankan lagi, maka perlu adanya terobosan terhadap PT. PANN,” tulis aturan tersebut, dikutip Senin (21/10/2024).

Terkait dengan Pasal 2 PP Nomor 43 Tahun 2024, proses penghentian terkait pembubaran PT PANN dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan negara, peraturan perundang-undangan di bidang hukum. Perseroan terbatas, peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, dan/atau ketentuan hukum lainnya.

Selain itu, pada Pasal 3 disebutkan bahwa penyelesaian likuidasi PT PANN, termasuk likuidasi, tidak boleh dilakukan setelah lima tahun sejak tanggal diumumkannya PP Nomor 43/2024.

“Seluruh sisa kekayaan hasil likuidasi PT PANN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disetorkan ke Kas Negara,” bunyi Pasal 4 beleid tersebut.

Aturan tersebut juga menyebutkan pembubaran telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 11 Oktober 2023.

Berdasarkan Catatan Bisnis, PT Pembangunan Armada Niaga Nasional (PT PANN) menjadi sorotan publik karena disebut mendapat penyertaan modal negara (PMN) pada 2020 senilai Rp3,8 triliun.

Namun pada tahun 2022, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut penyertaan modal negara atau PMN di PT PANN batal karena Kementerian BUMN berencana membubarkan perusahaan pembiayaan pesawat tersebut.

Perlu diketahui, PT PANN sebenarnya merupakan salah satu BUMN yang “sakit” sejak tahun 1994. Situasi keuangan perusahaan terus memburuk dan akhirnya mencapai tingkat likuiditas negatif pada tahun 2004. Kemudian pada tahun 2006, perusahaan tersebut menanyakan kepada Kementerian. Keuangan untuk menangguhkan bunga. dipinjamkan, namun tetap dicatat berdasarkan kurs saat ini yaitu Rp 9.020.

Sebelum dibubarkan, PT PANN hanya memiliki tujuh karyawan, termasuk direkturnya. Alhasil, PT PANN yang didirikan pada tahun 1974 resmi dibubarkan pada tahun 2024 setelah 50 tahun berdiri. Sederet BUMN yang “sakit” kecuali PT PANN

Diberitakan sebelumnya, PT Perusahaan Pengelola Aset atau PPA saat ini mengelola 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang “sakit” sebagai entitas yang dikelola. Dari jumlah tersebut, hanya satu perusahaan yang mulai menunjukkan perbaikan.

14 perusahaan milik negara PT Amrita Kariya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Buma Busma Indira (Persero), PT Jakarta Lloyd (Persero), PT Dak dan Prakapalan Kodja Bahari (Persero), dan PT Dermaga dan Perkapalan Surabaya (persero).

Selain itu, PT Industri Kapal Indonesia (Persero), PT Indah Karya (Persero), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero), PT Semen Kupang (Persero), Persero Batam, PNRI, PT Primissima (Persero) dan PT Varuna TirtaPersya (Persero) ) ).

Selain itu, terdapat 8 perusahaan publik sakit yang kemudian dihentikan atau dibubarkan oleh pemerintah. Mereka adalah PT Industri Sandang Nusantara (Persero), PT Kertas Kraft Aceh (Persero) dan PT Industri Gelas (Persero).

Lalu ada PT Istaka Karya (Persero), PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Pembayaran Armada Niaga Nasional (Persero) atau PT PANN, dan PT PANN Multi Finance sebagai anak perusahaan PT PANN.

Lebih lanjut, PT PPA melaporkan dari total 14 BUMN sakit yang dikelola saat ini, hanya Persero Batam yang mulai menunjukkan kinerja positif baik dari sisi finansial maupun komersial.

Chief Investment Officer PPA Rida Farid Lasmana mengatakan, kinerja Persero Batam mulai membaik setelah mendapat konsesi selama 36 tahun dari Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk mengelola terminal peti kemas di pelabuhan.

“Beberapa hasil produksinya naik tiga kali lipat dibandingkan sebelumnya, kemudian ada panggilan langsung dari Batam ke China dan Batam-Vietnam,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, 27 September 2024.

Rida mengatakan hingga saat ini PPA terus menjamin keberlangsungan usaha BUMN lain yang sedang sakit. PPA juga terus melanjutkan penyelesaian rehabilitasi aset, upaya efisiensi, dan optimalisasi aset perusahaan pelat merah yang dipercayakan pengelolaannya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel