Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memprioritaskan undang-undang atau RUU perkoperasian agar koperasi memiliki ekosistem kelembagaan pada tahun 2024-2029. .
Deputi Bidang Koperasi Kementerian Koperasi dan UKM Ahmed Zebadi juga menyatakan, pihaknya telah membentuk badan khusus perbankan dalam rangka penjaminan koperasi dalam UU Koperasi dengan nama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebab potensi koperasi bermasalah akan selalu ada.
“Karena selama ini kita belum memiliki ekosistem kelembagaan koperasi simpan pinjam,” kata Ahmed dalam konferensi pers 10 tahun kerja Deputi Koperasi Kementerian Koperasi, Jakarta, Kamis (10/10/2021). ). 2024).
Untuk selanjutnya, Kementerian Koperasi dan UKM menilai RUU Perkoperasian perlu segera dibahas dan dipublikasikan dalam UU Perkoperasian yang baru.
Dijelaskannya, UU Kerja Sama yang baru ini untuk menjamin ekosistem kelembagaan yang baik di masa depan. Dengan kata lain, seluruh simpanan anggota koperasi dijamin, sebagaimana nasabah bank dijamin oleh LPS.
“Jadi di masa Covid-19 ini koperasi mungkin ricuh, seperti kemarin bank ricuh, tapi nasabahnya tenang karena simpanannya sampai Rp 2 miliar ditanggung LPS,” ujarnya.
Oleh karena itu, Ahmed menegaskan, koperasi tidak memerlukan penjamin seperti bank yang sudah memiliki LPS.
“Ya, kami juga ingin simpanan anggota koperasi yang jumlahnya lebih dari 30 juta dijamin oleh LPS koperasi.”
Dia juga mengakui Kementerian Koperasi dan UKM sedang menyusun RUU Perkoperasian yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai usulan pemerintah untuk melakukan perubahan terhadap UU Perkoperasian.
Selain itu, Ahmed mengatakan Presiden Jokowi juga telah menyampaikan surat resmi presiden tertanggal 19 September 2023 agar RUU Kerja Sama menjadi prioritas pembahasan DPR.
“Saya berharap pada DPR periode baru [2024-2029] ini [RUU Koperasi] bisa diprioritaskan, sehingga dalam waktu dekat kita punya undang-undang baru yang lebih memberikan perlindungan bagi anggota dan koperasi,” ujarnya. .
Dengan begitu, kata Ahmed, jika koperasi sudah memiliki LPS, maka masyarakat dan anggota koperasi tidak ragu lagi menyimpan uang di koperasi karena dijamin oleh LPS.
“Inilah harapan kita dengan adanya perubahan undang-undang perkoperasian.” Catatan Gelap Koperasi Indosurya
Berdasarkan catatan dunia usaha, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya merupakan salah satu koperasi bermasalah yang gagal bayar.
Mahkamah Agung (MA) juga memvonis Henry Surya, Presiden KSP India, 18 tahun penjara dan denda 15 miliar lira. Hukuman ini lebih berat dibandingkan hukuman sidang pertama yang membebaskan Henry Surya.
Dalam catatan bisnis lainnya, KSP Indosurya menyebut kerugian anggotanya hanya Rp16 triliun, bukan Rp106 triliun seperti yang santer dibicarakan.
Baru-baru ini, Jaksa Penuntut Umum (Kejagung) mengembalikan barang bukti kasus korupsi KSP Indosurya kepada korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Rabu (17/1/2024).
Sedangkan barang bukti dalam kasus korupsi Indosurya sejumlah Rp 39,4 miliar dan 896.988 USD (setara Rp 14,02 miliar dengan kurs 17 Januari 2024 miliar rupiah terhadap USD), yang merupakan hasil penjarahan. atau pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (Ditjen) yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara tersebut.
Berdasarkan penuturan akun Bisnis, uang yang diperoleh dari pelaksanaan putusan pengadilan tersebut sebesar Rp 53,5 miliar.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua Kejaksaan (Jampidum) Fadil Zumhan mengucapkan terima kasih atas kerja sama berbagai pihak demi kemajuan kasus yang menarik perhatian publik ini.
“Eksekusi ini merupakan tanda tanggung jawab jaksa sebagai administrator, tujuan utamanya adalah melindungi kepentingan rakyat dan melindungi para korban. Dengan cara ini, kita bisa melakukan pendekatan serius terhadap pemberantasan kejahatan tersebut.” mewakili pengaduan. siaran pers, Kamis (18/1/2024).
Sementara berdasarkan putusan MA bernomor 2113/K.Pidsus/2023 tanggal 16 Mei 2023, transfer uang curian dilakukan oleh Henry Surya dan lainnya. Henry dan terpidana lainnya melanggar Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 46 (UU). 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992 tentang Perbankan Jo. Pasal 1 dan Pasal 3 Pasal 55 hukum pidana Jo. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPU).
Sebelumnya, 1.057 korban KSP Indosurya menjadi penonton upaya pemulihan kerugian akibat tidak terbayarnya ke LPSK. Pertemuan dengan LPSK dilakukan oleh para korban dan pengacara.
Sebelumnya, banyak sidang yang digelar di Kejaksaan Agung. Saat itu, sebelum pertemuan dengan LPSK, surat telah dikirimkan kepada korban KSP India dan setelah adanya keputusan Mahkamah Agung no. .Sus/2023 16 Mei 2023.
Pengacara korban Indosurya, Febri Diansyah mengatakan, sidang tersebut merupakan upaya penting bagi para korban yang belum mendapatkan ganti rugi karena KSP Indosurya tidak membayar.
Sementara itu, tidak adanya pembayaran mengakibatkan para korban di India tidak dapat memperoleh kembali uangnya dan belum menerima kompensasi hingga saat ini setelah 1349 hari atau 3 tahun 9 bulan sejak Februari 2020.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel