Bisnis.com, JAKARTA – Utang pemerintahan Joko Widodo pada 3 bulan sebelum pengunduran dirinya terus bertambah hingga Rp 8.502,69 triliun per 31 Juli 2024. 

Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah bertambah Rp57,82 triliun sejak akhir Juni 2024 (bulanan/MtM) yang saat itu mencapai Rp8.444,87 triliun. 

Terkait status utang, rasio utang hingga akhir Juli 2024 tercatat sebesar 38,68% atau lebih rendah dibandingkan rasio bulan sebelumnya sebesar 39,13% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kementerian Keuangan menyatakan angka ini terus dijaga di bawah batas aman sebesar 60% PDB sesuai ketentuan UU No.12/2014/TT-BTC. 17/2003 tentang Negara Moneter. 

Kementerian Keuangan menyebutkan dalam Buku APBN edisi Agustus 2024, mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan besaran 70,96% atau setara Rp7.462,25 triliun. 

Sementara menurut media, struktur utang pemerintah, terutama Surat Berharga Negara (SBN), mencapai 87,76%. Rupiah mendominasi SBN dengan angka mencapai Rp5.993,44 triliun dan sisanya mata uang asing. 

Hingga akhir Juli 2024, lembaga keuangan menguasai sekitar 39,6% saham SBN dalam negeri, termasuk bank sebesar 20,5%, serta perusahaan asuransi dan dana simpanan sebesar 19,1%. 

Kepemilikan domestik Bank Indonesia atas SBN sekitar 24,3% yang digunakan sebagai alat pengelolaan keuangan. Sedangkan asing hanya memiliki sekitar 14,0% SBN dalam negeri, termasuk kepemilikan pemerintah asing dan bank sentral.

Kementerian Keuangan mencatat, proporsi pemilik tunggal dalam rumah tangga SBN berlanjut dari tahun 2019, turun 3% menjadi 8,7% pada akhir Juni 2024. Jumlah penduduk lajang juga meningkat 0,1% dibandingkan bulan lalu. 

Kementerian Keuangan menyampaikan hal ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan basis investor, akses pembiayaan dan meningkatkan pemahaman keuangan masyarakat dari saving society menjadi investment society.

Kementerian Keuangan menekankan bahwa pengelolaan portofolio utang berperan penting dalam menjaga keberlanjutan keuangan secara keseluruhan. 

Oleh karena itu, Pemerintah terus mengelola utang secara tepat dan terukur dengan menjaga kebijakan terbaik mengenai suku bunga, mata uang, risiko likuiditas, dan jatuh temponya, tulis Kementerian Keuangan dikutip Senin (19 Agustus 2024). 

Awal tahun ini, beberapa ekonom mengungkapkan utang pemerintah mendekati Rp 9.000 triliun. Akibatnya, pemerintah harus menanggung pembayaran utang dan bunga. 

Bisnis menghitung rata-rata pembayaran utang pada masa kepemimpinan SBY (2004-2014) sebesar Rp 215,88 triliun. Sementara itu, pemerintahan Jokowi (2014-2024) rata-rata melunasi utang sebesar Rp 742,05 triliun setiap tahunnya, lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan presiden SBY sebelumnya.   Mengendalikan situasi utang hingga tahun 2014

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Saluran WA