Bisnis.com, Jakarta – Di masa pandemi Covid-19, Bank Indonesia mencatat adanya kebijakan pembagian beban antara pemerintah dan bank sentral yang melakukan pembelian obligasi pemerintah untuk menstabilkan sistem keuangan di pasar perdana dan membiayai APBN. Triliun Rp 

Faktanya, Bank Indonesia (BI) dilarang membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Namun melalui kebijakan pembagian beban – istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Gubernur BI Perry Varzio – BI diperbolehkan membeli langsung surat utang untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19.

Pada saat ini, aktivitas ekonomi mengalami stagnasi dan pendapatan pemerintah, terutama dari perpajakan, juga menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Melihat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2021, dari penerbitan SBN berdasarkan SKB II dan SKB III, terdapat SBN berbentuk SUN Variable Rate (VR) – seri yang dijual khusus kepada BI di pasar perdana. 

Saat itu, dana dalam APBN digunakan sebagai sumber pendanaan program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). 

Sistem pembagian beban dalam SKB II baru akan diterapkan pada tahun 2020 dengan besaran Rp 397,56 triliun untuk barang publik.

Penerbitan SBN berdasarkan SKB III yang ditujukan untuk kontribusi di bidang kesehatan dan kemanusiaan mencapai Rp 215 triliun pada tahun 2021 dan Rp 224 triliun pada tahun 2022.

Total utang yang jatuh tempo adalah tahun 2025 (Rs 100 triliun), 2026 (Rs 154,5 triliun), 2027 (Rs 210,5 triliun), 2028 (Rs 208,06 triliun), 2029 (Rs 107,5 triliun) dan 1 triliun (Rs 107,5 lakh), 56 triliun). 

Sejauh ini, pemerintah belum menjelaskan bagaimana cara melunasi utangnya ke bank sentral mulai tahun depan, dengan ruang fiskal yang terbatas.

Mengingat jatuh tempo utang negara pada tahun 2025 akan mencapai Rp 800,33 triliun, termasuk Rp 100 triliun yang dimiliki BI. Jumlah tersebut mencakup jangka waktu SBN sebesar Rp705,5 triliun dan jangka waktu pinjaman sebesar Rp94,83 triliun.

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia juga sedang melakukan diskusi terbatas untuk menyelesaikan rencana pembagian beban tersebut. Wakil Menteri Keuangan Suwahsil Nazara dan Direktur Jenderal Manajemen Keuangan dan Risiko Suminto lambat memberikan komentar mengenai komitmen pemerintah kepada BI. 

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan saluran WA