Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkyo) memutuskan untuk tidak menaikkan cukai rokok pada tahun 2025. Di sisi lain, keputusan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) tahun depan masih bergantung pada pemerintahan selanjutnya yang dipimpin Prabhu Subianto.

Menteri Keuangan II Tomas Givandona menegaskan, kenaikan PPN sebesar 12% akan diserahkan kepada pemerintahan Presiden terpilih Probov Subianto seperti yang terjadi pada tahun 2025. 

“Sekali lagi PPN biar Pak Prabhu jadi presiden pertama ya,” kata Thomas pada media briefing APBN 2025, Rabu (25/9/2024). 

Tak lama sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulani Andrawati mengatakan, rencana kenaikan tarif pajak tahun depan ada di tangan Paman Thomas Jeonden. Dimana nantinya Probova akan angkat bicara mengenai persoalan tersebut, dan nantinya akan meminta persetujuan Komisi XI DPR. 

“Saya menyerahkan [PPN 12%] kepada pemerintah baru untuk memutuskan,” katanya pada konferensi pers pada akhir Juni.  

Sekadar informasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (BPRS) tahun 2025 yang telah disetujui pada Rapat Umum pekan lalu (19/9/2024) menggunakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%.

Asumsi tersebut sebenarnya tidak memenuhi syarat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam aturan yang disahkan pada masa Covid-19, tarif pajak pertambahan nilai (PPN) mulai 1 Januari 2025 adalah 12%. 

Sementara itu, Ekonom Institute of Economic Development and Finance (Indef), Darajad Vibowa menilai kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan membebani perekonomian karena konsumsi mungkin tertekan. Selain itu, jumlah kelas menengah saat ini terus menyusut.

Hal tersebut disampaikan Darajad pada UOB Economic Outlook 2025 di Jakarta Pusat pada Rabu (25/9/2024). Dia menjelaskan bahwa pemerintah membutuhkan pendapatan yang lebih tinggi karena kondisi fiskal yang ketat dan lebih dari 1.000 triliun rupiah dihabiskan untuk kebutuhan terkait utang.

Menurut dia, alasan utama peningkatan pendapatan pemerintah adalah reformasi sistem keuangan dan khususnya pengenaan pajak. Namun hal tersebut tidak akan terjadi dengan mengejar kantong pajak yang ada, misalnya melalui rencana kenaikan PPN menjadi 12%.

Daryad sebenarnya merupakan anggota Dewan Pakar Probov Gibran dan juga Ketua Dewan Pakar Partai Reparasi Nasional (PAN) yang merupakan bagian dari koalisi pemerintahan berikutnya. Namun Darajad pribadi mengutarakan pendapatnya bahwa kenaikan PPN justru akan merugikan perekonomian.

“Sebagai pribadi, bukan sebagai anggota tim Prabowo-Gabran, atau sebagai orang PAN, sebagai pribadi saya tidak setuju dengan kenaikan PPN sebesar 12%. Karena dari yang saya lakukan berikut ini, pengawasan yang saya lakukan , risikonya sangat tinggi [risikonya sangat tinggi],” kata Darhad, Rabu (25/9/2024).

Darajad mengakui, kenaikan PPN menjadi 12% sebelumnya diusulkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, ia berharap pemerintahan Prabowo akan meninjau kembali aturan tersebut mengingat tekanan ekonomi yang terjadi saat ini.

“Saya pribadi kurang setuju dengan angka 12%, tapi itu sudah ada dalam undang-undang. Mudah-mudahan tahun depan diubah lagi,” ujarnya.

Kenaikan cukai rokok telah dibatalkan.

Sebelumnya, Badan Umum Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menginformasikan bahwa pada tahun 2025, pajak tembakau dan rokok tidak akan dinaikkan atau dibatalkan. 

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Ashkolani mengatakan pemerintah tidak akan menaikkan cukai rokok hingga pembahasan Undang-Undang Pendapatan dan Belanja Negara 2025 yang disahkan pekan lalu selesai. 

“Posisi pemerintah terhadap kebijakan regulasi CTP tahun 2025 belum bisa dilaksanakan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN kita, Senin (23/09/2024). 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel