Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia berpotensi meraup untung besar dari masuknya dana orang kaya melalui kantor keluarga. Jika berhasil menarik 5% dari total dana kantor keluarga global, Indonesia bisa mencapai US$500 miliar.

Namun, sejumlah ekonom mengingatkan bahwa pemerintah perlu menyiapkan langkah strategis dan mengantisipasi potensi kerugian di masa depan.

Kepala Ekonom di PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede melihat potensi besar dari dana kantor keluarga. Menurutnya, populasi orang kaya di Asia, termasuk Indonesia, diperkirakan akan terus meningkat dalam empat tahun ke depan. Potensi dana dari pengelolaan aset orang super kaya sangat besar, kata Josua kepada Bisnis, Minggu (7/7/2024).

Menurut Wealth Report dari Knight Frank, jumlah orang super kaya (dengan aset di atas US$30 juta) di seluruh dunia mencapai 626.619 orang, naik dari 601.300 orang pada tahun sebelumnya. Amerika memiliki jumlah orang kaya terbesar kedua di Asia, termasuk Indonesia, yaitu sebanyak 165.442 orang pada tahun 2023. Pertumbuhan ini diperkirakan akan mencapai 228.849 orang pada tahun 2028 atau meningkat sebesar 38,3%.

Meski demikian, Josua menegaskan Indonesia harus mampu bersaing dengan negara seperti Singapura dan Hong Kong yang ingin mengelola dana tersebut. “Indonesia memiliki prospek pertumbuhan yang cukup baik di masa depan, sejalan dengan transformasi struktural yang sedang berlangsung, sehingga Indonesia pada dasarnya merupakan tujuan investasi yang menguntungkan,” lanjutnya.

Josua juga mengatakan, berbagai insentif khususnya perpajakan harus diberikan untuk menarik dana tersebut. Selain itu, aturan dan kepastian hukum mengenai hak milik orang kaya atas harta juga harus dibuat. “Saat ini layanan perbankan di Indonesia hanya sebatas private banking untuk masyarakat super kaya di Indonesia,” ujarnya. Menurut Josua, kantor keluarga belum diatur oleh pemerintah maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ekonom Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), Nailul Huda juga menilai pemerintah perlu berbenah sebelum membangun kantor keluarga di Bali. Nailul menekankan pentingnya kewenangan daerah dalam pengelolaan sistem keuangan. Namun yang kami harapkan bukan hanya orang asing saja yang menjadi sasaran, melainkan masyarakat Indonesia yang mempunyai dana di luar negeri yang akan diminta kembali ke Indonesia, ujarnya.

Nailul mengingatkan, kantor keluarga mungkin tidak akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia jika uangnya diparkir begitu saja tanpa investasi atau pajak. “Mungkin seperti tax amnesty, dananya ada di bank lokal, tapi tidak ada intervensi di sektor riil. Dampaknya cost of capital jadi lebih tinggi,” ujarnya.

Berbeda dengan Josua, Nailul khawatir konsep tersebut akan dikembangkan oleh warga asing pemilik properti di Indonesia. Artinya akan ada pengalihan tanah di Bali untuk keperluan investasi ke kantor keluarga ini. Bisa jadi masyarakat Bali akan diberhentikan dari jabatannya demi kantor keluarga ini di kemudian hari, tegasnya.

Sementara itu, pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, masih enggan berkomentar mengenai pendirian kantor keluarga yang akan berdampak pada perekonomian negara akibat insentif pajak. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menolak memberikan penjelasan lebih lanjut. “Kami belum bisa berkomentar,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/7/2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel