Bisnis.com, Jakarta – Upaya penurunan jumlah perokok di Indonesia perlu mencakup komitmen pemerintah untuk mengurangi penggunaan tembakau yang menimbulkan risiko kesehatan yang serius.

Upaya penurunan prevalensi merokok dibahas pada kongres Collegium International Neuro-Psychopharmacologicum (CINP) 2024, sebuah forum internasional para profesional kesehatan.

Geoffrey Arista Putra, dokter spesialis kesehatan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, mengatakan pemerintah dapat menerapkan komunikasi persuasif dan pendidikan positif untuk memberikan solusi kepada perokok dewasa untuk mengubah kebiasaan merokok mereka.

Dalam pernyataannya pada Rabu (19/6), Geoffrey mengatakan: “Pemerintah harus berperan aktif dalam membantu masyarakat, khususnya perokok dewasa, beralih ke produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik (vape) dan produk tembakau.” /2024).

Telah terbukti secara ilmiah bahwa penggunaan produk tembakau alternatif lebih kecil risikonya dibandingkan terus merokok.

Hal ini karena produk tembakau lain menghasilkan zat yang kurang beracun atau berbahaya dibandingkan rokok.

Menurutnya, jika pemerintah memang ingin menurunkan prevalensi merokok, industri tembakau perlu mengembangkan produk inovatif yang tidak terlalu berisiko.

Apalagi banyak misinformasi dan tipu muslihat di kalangan masyarakat bahwa produk tembakau alternatif sama berbahayanya dengan rokok.

“Meskipun kombinasi gaya hidup seseorang dan tingkat stres harus dipertimbangkan untuk mendiagnosis penyakit ini, tembakau selalu menjadi penyebabnya,” katanya.

Ia menilai meminta pasien untuk segera mengurangi konsumsi dan berhenti merokok bukanlah hal yang mudah. Kegagalan lebih sering terjadi.

Oleh karena itu, perokok dewasa harus diberikan solusi yang berbeda, salah satunya adalah beralih ke produk tembakau yang berisiko lebih rendah jika mereka mengalami kesulitan untuk berhenti.

Di forum tersebut juga, pakar nikotin dan kesehatan masyarakat Swedia Carl Fagerström menambahkan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (US FDA) melaporkan bukti ilmiah, termasuk studi epidemiologi jangka panjang terhadap pengguna produk tembakau alternatif.

Laporan tersebut menemukan bahwa beralih ke produk tembakau lain mengurangi risiko kanker mulut, penyakit jantung, kanker paru-paru, stroke, emfisema, dan bronkitis dibandingkan dengan terus merokok.

“Produk tembakau alternatif dapat menurunkan prevalensi merokok, sehingga produk tembakau alternatif tidak boleh diatur lebih ketat dari rokok,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel