Bisnis.com, JAKARTA – Tren akuisisi perbankan Indonesia oleh sejumlah perusahaan asing semakin marak dalam beberapa tahun terakhir.

Tahun ini, sejumlah bank telah menerapkan dan bahkan menyelesaikan langkah konsolidasinya.

Antara lain PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) yang resmi mengakuisisi kepemilikan PT Commonwealth Bank milik Commonwealth Bank of Australia (CBA). Dengan akuisisi ini, 100% saham PTBC akan dimiliki sepenuhnya oleh OCBC mulai 1 Mei 2024.

Baru-baru ini, pemilik Bank Nobu, termasuk Lippo Group dan Hanwha Life, menyetujui perjanjian jual beli saham (SPA) pada 3 Mei 2024, di mana Hanwha Life akan mengakuisisi 40% saham Bank Nobu dari Lippo Group.

Hanwha Life mengakuisisi Nobu Bank untuk terus berkembang menjadi pemain keuangan global yang besar. Hanwha Life memaksimalkan sinergi dengan mengintegrasikan kemampuan digital Hanwha dengan keahlian manajemen bisnis perbankan Grup Lippo.

Pengawas Perbankan dan Pakar Sistem Pembayaran Arianto Muditomo mengatakan rangkaian aksi korporasi tersebut tentunya berdampak positif dan negatif bagi sektor perbankan dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Permasalahannya adalah menurunnya kepemilikan lokal dan persaingan yang tidak seimbang ketika masuknya perusahaan asing yang bermodal besar, ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/5/2024).

Selain itu, potensi hilangnya talenta lokal dan perubahan budaya kerja juga menjadi tantangan

Namun, meskipun ada sejumlah tantangan, peluang dengan meningkatnya tindakan konsolidasi berdampak pada pertumbuhan modal dan keterampilan baru, lebih beragamnya produk dan layanan, serta potensi efisiensi dan efektivitas.

“[Namun] meningkatkan daya saing global,” ujarnya.

Senada, Direktur Segara Research Institute Peter Abdullah mengatakan salah satu pendorong merger dan akuisisi perbankan adalah perluasan ekosistem dan layanan digital.

“Bank melakukan konsolidasi karena membutuhkan modal besar dan kolaborasi untuk membangun ekosistem digital,” ujarnya kepada Business.

Di sisi lain, ia mengatakan yang menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di perbankan Indonesia adalah perbankan Indonesia bisa menawarkan tingkat keuntungan yang tinggi yang berasal dari rasio non-interest margin (NIM). Dimana NIM di Indonesia seringkali lebih dari 5%, lebih tinggi dibandingkan di luar negeri yang hanya berada di level 3%.

“Keuntungan sektor perbankan terus tumbuh dan ini tentunya menjadi daya tarik besar bagi investor asing,” ujarnya.

Ke depan, minat investor asing akan terus berlanjut. Sayangnya, kata Peter, jika investor asing berminat membuka bank baru, tentu akan bertentangan dengan semakin terbatasnya peluang yang ada.

“Saat ini [investor asing] semakin terbatas karena hampir sulit mendapatkan izin bank. Karena OJK sedang berusaha membatasi jumlah bank di Indonesia atau bahkan mendorongnya menjadi lebih kecil, katanya. .

Bagi Peter, cara termudah adalah mendapatkannya. “Iya beli bank yang sudah ada, seperti bank kecil. Yah kemungkinannya juga sulit, karena bank yang bisa diakuisisi sedikit,” ujarnya.

Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai iklim investasi investor asing di perbankan Indonesia masih menarik dilihat dari dinamisme dan persaingan yang kompetitif. Regulator juga telah menyiapkan sejumlah langkah yang dapat diprediksi

Direktur Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Edina Rae mengatakan faktor pertumbuhan ekonomi yang stabil, jumlah penduduk yang besar, serta peluang inovasi dan ekspansi termasuk di bidang perbankan digital, teknologi keuangan (fintech), dan inklusi keuangan masih tetap ada. daya tarik investor asing.

“OJK secara berkala menerima berbagai permohonan izin dari investor asing,” kata Dian dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini, Minggu (14/4/2024).

Oleh karena itu, evaluasi yang ketat dilakukan untuk memastikan kontribusi positif investor asing terhadap sektor perbankan dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Menurutnya, kebijakan dan regulasi akan diperbaiki untuk menjaga keseimbangan antara menarik investasi dan memastikan stabilitas dan integritas sistem keuangan, termasuk aturan pembatasan kepemilikan, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas lokal.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA