Bisnis.com, JAKARTA – Pemasok konglomerat, PT Astra International Tbk. (ASII) meraup laba pemegang saham sebesar Rp 25,85 triliun pada kuartal III 2024, naik tipis 0,63% year-on-year (y/y) dari Rp 25,69 triliun.

Hal ini terjadi pada periode suku bunga rendah, sehingga ada harapan bahwa suku bunga akan membaik pada sisa tahun ini. Lalu apa harapan pendonor? Laporan ini merupakan satu dari lima artikel yang masuk dalam nominasi Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Kamis (31/10/2024). Berikut detailnya.

1. Laporan Laba Bersih Astra (ASII) dan Prospek Selanjutnya

Opini Perusahaan Emiten Konglomerasi, PT Astra International Tbk. (ASII) meraup imbal hasil kepada pemegang saham sebesar Rp 25,85 triliun pada kuartal III 2024, naik tipis 0,63% year-on-year (y/y) dari Rp 25,69 triliun pada periode bunga rendah sehingga ada harapan suku bunga akan turun. akan terus membaik dalam waktu kurang dari setahun.

Berdasarkan laporan keuangan, Astra membukukan pendapatan sebesar Rp 246,32 triliun pada sembilan bulan pertama tahun 2024, naik 2,24% dibandingkan tahun lalu. Total pendapatan perseroan mendapat kontribusi terbesar dari sektor alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi sebesar Rp99,55 triliun dan sektor otomotif sebesar Rp99,52 triliun. Saat ini, sektor keuangan telah memberikan kontribusi sebesar Rp 24,5 triliun terhadap perekonomian pada Q3/2024.

Berikutnya sektor pertanian menyumbang Rp16,28 triliun, infrastruktur dan transportasi Rp6,17 triliun, teknologi informasi Rp2,03 triliun, dan barang Rp910 miliar.

Di sektor otomotif, penjualan mobil Astra turun 15% mencerminkan lemahnya pasar mobil global. Namun, membaiknya kinerja beberapa bisnis, khususnya sektor keuangan, mengurangi penurunan di sektor otomotif.

Pertumbuhan kontrak pertambangan dan pertambangan emas juga mengimbangi penurunan sektor alat berat dan pertambangan batu bara.

2.      Chandra Asri (TPIA) mengungkapkan akuisisi awal atas kilang Shell Singapura

Proses akuisisi Shell Energy and Chemicals Park Singapore (SECP) oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) bersama Glencore plc memasuki tahap akhir.

Chandra Asri memperkirakan proses pembelian akan selesai pada akhir tahun ini atau paling lambat akhir Januari 2025. Dengan begitu, seluruh aset di SECP bisa masuk dalam catatan keuangan TPIA tahun depan. 

“Kita juga berdasarkan undang-undang pemerintah Singapura, perkiraannya akhir tahun ini atau akhir Januari 2024, jadi kita masuk tahun 2025,” kata Direktur Sumber Daya Manusia dan Korporasi Suryandi dalam paparan publik di Jakarta, Rabu. (30.10.2024). 

Suryandi mengatakan perseroan masih mencari dana untuk membeli SECP. Meskipun demikian, pendanaan dalam negeri TPIA kuat. Per 30 Juni 2024, debt to capitalization TPIA hanya mencapai 39% dari batas toleransi yang ditetapkan sebesar 50%. 

Namun, dia belum mau membeberkan nilai akuisisi SECP bersama Glencore. Bahkan penerbitan saham yang mayoritas dimiliki TPIA belum bisa diungkapkan.

3.      Ceruk utang nasional akan semakin dalam

Bayangan defisit muncul setelah laporan Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan utang negara mencapai Rp 12.893,96 triliun pada tahun 2029. 

Laporan World Economic Outlook IMF bulan Oktober 2024 menyatakan bahwa suku bunga Indonesia akan tetap pada 39,57% pada tahun 2029. 

Sementara itu, pendapatan pemerintah diperkirakan akan meningkat secara nominal namun tetap terhadap PDB pada tahun 2025-2029 pada kisaran 14,5%. Sementara itu, belanja pemerintah diperkirakan meningkat secara nominal dan rasionya akan turun sekitar 17%. 

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menjelaskan, peningkatan utang hanya disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang tidak terkait dengan pendapatan. Alhasil, penurunan suku bunga mencerminkan kekuatan ekonomi kabinet Merah Putih. 

Peningkatan utang pemerintah terjadi karena pemerintah melunasi utang yang ada dengan mengambil utang baru. 

Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto melakukan inovasi-inovasi baru melalui berbagai program yang bisa menghabiskan banyak uang, misalnya makanan bergizi gratis yang diperkirakan mencapai Rp 71 triliun pada tahun 2025.

4.      Prospek cerah bagi Summarecon untuk menggarap ceruk pasar menengah atas di Tangerang

Meski perekonomian Indonesia sedang kurang baik karena defisit yang terjadi selama lima bulan berturut-turut pada tahun ini, tidak menyurutkan semangat PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) untuk memperluas proyeknya dengan membangun kota baru Summarecon Tangerang di kawasan Curug. provinsi tangerang. 

Untuk lebih jelasnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pada Mei 2024 terjadi penurunan sebesar 0,03% secara bulanan (month-on-month/MtM). Kemudian pada Juni 2024 meningkat sebesar 0,08% MtM dan berlanjut pada Juli 2024 yang mencapai 0,18%. Pada Agustus 2024, angka deflasi kembali sebesar 0,03% dan kembali meningkat pada September 2024 menjadi 0,12%.

Proyek baru Summarecon Tangerang menambah daftar sembilan daerah yang dikembangkan oleh pemberi kode SMRA selama 49 tahun keterlibatannya dalam industri real estat. Sembilan kota Summarecon tersebar di beberapa kota, antara lain Summarecon Kelapa Gading di Jakarta, Summarecon Bekasi di Bekasi, dan Summarecon Emerald Karawang di Karawang. 

Kemudian Summarecon Mutiara Makassar di Makassar, Summarecon Bandung di Bandung, Summarecon Bogor di Bogor, Summarecon Crown Gading di Bekasi, dan Summarecon Tangerang di Tangerang.

Tangerang dipilih sebagai lokasi proyek baru SMRA untuk memperkuat lokasinya di Jakarta Barat setelah Summarecon Serpong.

5.      Mengejar tujuan modal sewa melalui merger dan akuisisi

Fenomena mengakuisisi banyak perusahaan keuangan sudah menjadi hal biasa di industri keuangan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Persaingan yang ketat dan kebutuhan modal yang tinggi membuat perusahaan keuangan lokal menarik perhatian investor asing yang ingin meningkatkan pangsa pasarnya di Asia. 

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat antusias dengan pertumbuhan ekonomi sektor keuangan Indonesia. Ketua Eksekutif APPI Suwandi Wiratno mengatakan banyak perusahaan asing yang ingin bergabung. 

Artinya, mereka melihat Indonesia sebagai peluang untuk mengembangkan bisnisnya. Pertama, dari segi pasar, pasarnya masih besar. Masyarakat kami masih baik-baik saja, kata Suwandi saat dihubungi Bisnis, Selasa (29/10/2024). 

Suwandi mengatakan, banyak bisnis keuangan tidak boleh dinilai berdasarkan peristiwa terkini, melainkan berdasarkan potensi jangka panjangnya. Oleh karena itu, banyak raksasa keuangan asing yang ingin berinvestasi, termasuk memasuki industri keuangan di Indonesia.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel