Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah giat mendorong investor asing untuk mengembangkan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia meski lambat informasinya.
Kecilnya investasi investor asing di IKN menjadi salah satu berita pilihan redaksi yang dikumpulkan dalam berita Top 5 Bisnisindonesia.id edisi Minggu (25/8/2024). Berikut detailnya.
1. Untuk mengetahui alasan investor asing tidak mengikuti IKN
Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto, diperkirakan akan mengandalkan Konsorsium Nusantara yang dipimpin konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan untuk membangun IKN Nusantara, dibandingkan investor asing.
Investasi lain di IKN sepi. Pemerintah keberatan dengan sikap tersebut karena pembangunan tahap pertama ditujukan untuk investor lokal.
Pasca pelantikan Menteri Keuangan baru, Menteri Keuangan/Ketua Dewan Koordinasi Perbankan (BKPM) Rosan Roslani mendapat amanah penting untuk menarik investor asing ke IKN.
Rosan berjanji akan mewujudkannya, salah satu persiapannya adalah menyerahkan kekuatan investasi IKN ke Singapura.
“Saya ke Singapura, saya konfirmasi bertemu dengan Temasek, GIC dan beberapa perusahaan lain di sana,” kata Rosan. Lantas, apa yang membuat investor kesulitan masuk IKN?
2. Penguji Kue Bisnis Kelas Dua Bank Paylater
Transaksi Paylater merupakan salah satu strategi bank kecil untuk meningkatkan pangsa pasar dan memenuhi kebutuhan nasabah.
Pengembangan produk Paylater adalah pengembangan produk lain yang tersedia untuk mengelola arus kas jika seseorang memiliki apa yang diperlukan untuk dihentikan karena kredit kartu lebih sulit diterima.
Bank-bank yang dimaksud di sini merupakan kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) III seperti CIMB Niaga, BTN dan BSI. Perusahaan ini pertama kali dikembangkan oleh bank-bank ternama seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
Peluang industri pembayaran yang menjanjikan terlihat dari data Otoritas Pengawas Keuangan (OJK) yang mendaftarkan alat pembayaran pada rekening bank, saldo debet meningkat 47,52% menjadi Rp 17,72 triliun. Kemudian total rekornya tercatat sebanyak 17,48 juta, atau meningkat dari Mei 2024 sebanyak 17,26 juta.
3. Kajian Prospek Pasar Real Estate Cikarang yang Terpengaruh pada Proyek MRT Tahap 3
Kawasan Cikarang Jawa Barat diharapkan memiliki sifat yang semakin baik karena pesatnya pertumbuhan sistem jalan raya dan transportasi umum, dengan adanya rencana pembangunan angkutan massal (MRT) tahap 3 dari jalur timur – barat (Cikarang – Balaraja). ).
CEO Group PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Ming Liang mengatakan harga bangunan hunian di kawasan Cikarang dibandingkan Jakarta Selatan seperti Sentul dan Jakarta Barat seperti Serpong.
Perumahan terjangkau ini menarik bagi masyarakat umum, terutama pengguna akhir dan pembeli rumah pertama kali. Selain itu, Cikarang terkenal dengan kawasan bisnisnya.
Menurutnya, kota industri terbesar di Asia Tenggara yang memiliki sekitar 4.000 perusahaan dengan 2 juta karyawan ini menjadi klaim menarik untuk membangun Bresaola International City di Cikarang.
4. Kopi Arabika kehilangan popularitas, Robusta berkuasa
Popularitas kopi Arabika perlahan meningkatkan permintaan bijih Robusta. Varietasnya naik lebih dari 65% tahun ini dengan harga tertinggi $4.728 per ton pada hari Jumat.
Analis komoditas J. Ganes Consulting LLC, Judy Ganes, mengatakan tingginya pasokan biji arabika berkualitas tinggi dan pengiriman kopi Robusta dari Brasil tidak cukup untuk mengimbangi ketidakseimbangan yang disebabkan oleh kekeringan yang masih terjadi di Vietnam, pabrik kopi Robusta terbesar di dunia. Situasi ini mengubah kondisi pasar
Meningkatnya permintaan kopi Robusta merupakan perubahan besar bagi industri. Beberapa petani juga menggabungkan biji kopi Robusta dan Arabika. Penyesuaian rasio kedua metode ini membantu mengendalikan biaya ketika terjadi masalah pada bagian rantai pasok.
Tingginya biaya hidup di seluruh dunia menyebabkan perusahaan-perusahaan kopi berbiaya rendah, sementara basis konsumen Tiongkok semakin meluas untuk mengonsumsi kopi instan.
5. Apakah Anda siap untuk berlibur?
Survei Manulife Asia Care 2024 menunjukkan tekanan finansial akibat meningkatnya biaya perawatan kesehatan dan biaya hidup memaksa masyarakat untuk menilai kembali kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pensiun dan kesehatan yang tidak terduga.
Survei terhadap 1.054 responden di Indonesia ini menghasilkan MyFuture Readiness Index atau Indeks Kesiapan Masa Depan. Indeks ini mengukur bagaimana perasaan masyarakat terhadap masa depan fisik, mental, dan finansial mereka.
Dengan menggunakan skala 1 hingga 100, indeks ini menunjukkan skor kualitas yang diinginkan sebesar 89, di atas rata-rata negara-negara Asia lainnya. Namun jumlah responden yang yakin dapat mencapai manfaat yang diinginkan adalah 81 orang. Hal ini menunjukkan kurangnya kepercayaan responden terhadap masa depan.
Presiden Manulife Indonesia Ryan Charland menjelaskan bahwa kurangnya rasa percaya diri ini disebabkan oleh beberapa alasan, yang paling penting adalah kondisi kesehatan yang lebih baik di tahun-tahun mendatang dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan.
Dalam keadaan seperti ini, menurutnya, mungkin ada peluang untuk memberikan pendidikan baru tentang pentingnya perencanaan masa depan.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel