Bisnis, Jakarta – Perubahan kondisi pasar keuangan pada semester II/2024 memberikan peluang bagi saham dan obligasi. Aset apa yang berpotensi menghasilkan lebih banyak pendapatan?

Keuntungan saham atau obligasi dan tren IPO merupakan berita-berita pilihan redaksi BisnisIndonesia.id dan terangkum dalam Top 5 News edisi Selasa (16/7/2024). Detailnya di sini:

1. Apakah Anda mencari pendapatan semester kedua?

Dalam paparan kutipan Senin (15/7/2024), tim Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) menyatakan ada beberapa sentimen yang perlu mendapat perhatian pada paruh kedua tahun 2024. Pelaku pasar global memperkirakan akan terjadi penurunan. Pada kuartal keempat tahun 2024, suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve System.

Penilaian tersebut didasarkan pada tanda-tanda pelemahan ekonomi yang masih beragam. Hal ini pada akhirnya berarti bahwa The Fed, atau The Fed, belum memulai siklus penurunan suku bunga yang mencapai rekor tertinggi. Di sisi lain, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global ke atas. Dana Moneter Internasional sebelumnya memproyeksikan PDB global akan mencapai 3,1% pada tahun 2024. Perkiraan ini kemudian direvisi menjadi 3,2% pada bulan April 2024. Bank Dunia juga merevisi perkiraan PDB pada bulan Januari 2024 dari 2,4% menjadi 2,6%. Pada bulan Juni 2024.

Menurut dia, revisi perkiraan indikator pertumbuhan ekonomi akan memastikan pergerakan modal di pasar keuangan lebih optimis.

Belakangan di Indonesia, kata dia, kondisi perekonomian dan pasar keuangan semakin jelas informasinya. Pertama, dia mengatakan dampak musiman akibat libur Ramadhan dan Idul Fitri serta pengaruh El Nino sudah berakhir.

“Inflasi menunjukkan penurunan dalam beberapa bulan terakhir.

Badan Pusat Statistik mencatat laju inflasi sebesar 3% secara tahunan pada bulan April 2024. Kemudian pada bulan Mei 2024, inflasi tahunan mencapai 2,84%, dan pada bulan Juni 2024 mencapai 2,51%.

Kedua, rupee melemah terhadap dolar AS. Menurut dia, pelemahan mata uang Garuda terhadap dolar sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kebutuhan valas musiman dan kabar peningkatan defisit anggaran dibandingkan PDB pada tahun baru. Pemerintah.

2. Perekonomian Tiongkok meleset dari target

Perekonomian Tiongkok tumbuh di bawah target pada kuartal kedua tahun 2024 karena lemahnya konsumsi secara keseluruhan. Permasalahan di sektor real estate dan utang pemerintah daerah belum terselesaikan.

PDB Tiongkok dilaporkan tumbuh 4,7% (year-on-year) pada kuartal kedua tahun 2024, naik dari perkiraan rata-rata para ekonom sebesar 5,1, demikian laporan Bisnis.com yang mengutip Bloomberg. Senin (15/7/2024). Indikator ini juga mengalami penurunan sebesar 5,3% (secara tahunan) dibandingkan triwulan sebelumnya.

Penjualan ritel juga tumbuh pada laju paling lambat sejak Desember 2022, menunjukkan bahwa sejumlah upaya pemerintah tidak banyak membantu menghidupkan kembali konsumsi di Tiongkok.

“Pemerintah harus mempertimbangkan lebih banyak dukungan kebijakan untuk mencapai target pertumbuhan tahunan sekitar 5% setelah data kuartal kedua mengecewakan,” jelas Xiao Jiaqi, ekonom di Credit Agricole CIB di Hong Kong.

Dalam keterangan tertulis Badan Pusat Statistik disebutkan bahwa permintaan efektif dalam negeri masih belum mencukupi. Faktor jangka pendek seperti kondisi cuaca ekstrem, hujan lebat dan banjir menyebabkan perlambatan pertumbuhan pada kuartal kedua tahun 2024, kata kantor tersebut.

Ia mengatakan, hal ini mencerminkan perekonomian menghadapi lebih banyak kesulitan dan tantangan serta masalah kurangnya permintaan domestik dan penutupan perdagangan dalam negeri.

“Sektor real estat, salah satu pilar perekonomian, masih berkontraksi dengan cepat dan harga rumah turun,” kata Liu Ting, kepala ekonom Tiongkok di Nomura Holdings.

3. Risiko tersembunyi dari penggabungan Yeddi Karya BUMN menjadi tiga perusahaan

Pemerintah sebaiknya mengkaji lebih lanjut rencana penggabungan tujuh perusahaan pelat merah menjadi tiga perusahaan. Meski bagus, namun tetap ada risiko yang bisa diperkirakan.

Hal yang perlu diperhatikan bagi negara yang ingin mendirikan Holding BUMN Karya adalah perusahaan tersebut diharapkan mampu beroperasi sesuai dengan spesialisasinya.

Keseluruhannya adalah PT Hutama Karya (Persero), PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT PP (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Brantas Abipraya ( Persero) ) dan PT Nindia Karia (Persero).

Rencana awal Adhi Karya menjadi holding Brantas dan Nindya. Wasquita akan bergabung dengan Hutama Kariya. Sedangkan PTPP berpasangan dengan Wijaya Karya.

Pengendali Datanesia BUMN Institute Heri Gunawan mengatakan merger BUMN Karya sangat mendesak karena ingin menghindari tumpang tindih operasional bisnis, dapat menjalankan tugas pemerintahan, dan memiliki sumber keuangan yang sehat.

Namun, merger tersebut tidak boleh terbagi menjadi tiga entitas. Menurut dia, ada risiko membebani perusahaan dengan indikator keuangan positif secara berlebihan.

4. Paradoks kontraktor lokal bangkrut di tengah proyek infrastruktur besar-besaran

Selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, ia gencar membangun proyek infrastruktur.

Kelima: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pada Rapat Paripurna Ketujuh Belas Sidang 2024, Senin (20/5/2024), banyak capaian pembangunan material yang dicapai dalam sepuluh tahun terakhir. Sementara itu, Jokowi berhasil membangun jalan tol sepanjang 1.938 kilometer, jalan nasional sepanjang 4.547 kilometer, 37 bendungan, pembangkit listrik berkapasitas 36,3 gigawatt, serta 27 bandara baru. Selain itu, Jokowi membangun 1.500 unit sekolah dasar, 4.900 unit sekolah menengah pertama, dan 3.800 unit sekolah menengah dan kejuruan.

Namun, melihat prestasi besar yang diraih Jokowi dalam pembangunan infrastruktur, DPR RI mengeluhkan minimnya peran kontraktor lokal dalam proyek konstruksi di daerah.

Robert Rowe, wakil ketua Komite Rakyat Demokratik Kelima di komisi tersebut, mengatakan tidak ada bias terhadap kontraktor lokal dalam membangun proyek pemerintah pusat di daerah. Menurut dia, pemerintah selalu menggaet perusahaan-perusahaan dari luar daerah untuk membangun proyek infrastruktur di daerah, sehingga harus berupaya menarik pengusaha lokal di daerah.

Dia memperkirakan pemilihan kontraktor tidak hanya berdampak pada kualitas pembangunan, tapi juga perekonomian daerah. Kementerian PUPR diharapkan mempertimbangkan kontraktor lokal dalam lelang vendor.

Ditambahkannya, “Pemerintah pusat melaksanakan proyek di daerah, dan uangnya ada di daerah, tapi bagaimana daerah bisa berkembang jika mereka berdarah dingin dan bajingan yang kembali ke puncak?” “Kami terus teriak kepada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR untuk melakukan evaluasi terhadap keterlibatan kontraktor lokal,” kata DPR RI seperti dikutip Senin (15/7/2024) di laman Instagram-nya.

5. Sektor-sektor yang berpeluang mengendalikan tren IPO

Meningkatnya permintaan akan infrastruktur dan energi mendorong investasi di sektor material dan energi. Tak heran jika perusahaan di sektor tersebut bisa memperoleh pembiayaan melalui penawaran umum perdana.

Menurut firma audit dan akuntansi EY Indonesia, sektor material dan energi menjadi pendorong utama aktivitas IPO di Indonesia pada kuartal I-2024, dengan total 11 IPO dan dana yang dihimpun mencapai US$150,7 juta. Dua sumber, PT Ankara Logistics Indonesia Tbk. (ALII) dan PT Adhi Kartiko Pratama Tbk. (NICE), merupakan pemegang saham terbesar di sektor Material, dengan total dana yang dihimpun mencapai US$90 juta.

Sektor energi mencatatkan 4 penawaran umum dengan total nilai $31,4 juta. PT Citra Nusantara Gemilang Tbk. (CGAS), PT Multi Hanna Kreasindo Tbk. (MHKI) dan PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk. (ATLA) adalah pemegang saham terbesar dengan sekitar $27 juta.

Begitu pula sektor ritel yang menghimpun US$29,4 juta melalui PT Terang Dunia Internusa Tbk, sektor ritel yang total melakukan dua kali IPO. UNTD berperan penting dengan menggalang dana terbesar.

Secara keseluruhan, EY percaya bahwa pasar IPO di Indonesia tetap tangguh meskipun terdapat tantangan pasar yang terus berlanjut. EY Indonesia juga mencatat bahwa BEI memperkirakan akan ada total 60-70 listing baru pada tahun 2024.

Hal ini dilatarbelakangi melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok sebesar 7,4% pada paruh pertama tahun 2024. EY melihat penurunan ini sebagai aktivitas investor asing dengan penjualan bersih di pasar mencapai $800. juta.

Ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kondisi pasar saat ini, seperti depresiasi nilai tukar rupiah dan pendekatan wait and see yang dilakukan investor terhadap penunjukan pemerintahan baru dan arah kebijakan presiden terpilih Indonesia selanjutnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel