Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Satgas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Sufmi Daska Ahmad blak-blakan soal rencana Prabowo menaikkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 50%.
Dasco membantahnya dan menilai pengungkapan permasalahan program ekspansi kredit menjadi faktor utama dalam proses perubahan manajemen.
“Soal pemberitaan atau pembicaraan seolah-olah ada rencana Pak Probov menambah utang negara, kami melihatnya sebagai kekuatan dan opini, bukan posisi kami,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (14/6/2024). )
Wakil Sekretaris Pers DPR ini mengatakan, Presiden terpilih Probov akan fokus pada bagaimana memperbaiki programnya, khususnya pangan dan gizi, pada anggaran 2025.
Amandemen ini hanya konsisten dengan tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah saat ini dengan tetap memastikan kehati-hatian fiskal.
Senada dengan itu, Tomas Givandona yang membawahi urusan ekonomi dan keuangan di tim sinkronisasi juga membantah memiliki rencana yang akan diterima Prabova.
Saat ini, pemerintah dan DPR sedang membahas Landasan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Anggaran (KEM-PPKF) yang menjadi landasan APBN hingga tahun 2025.
Pada KEM-PPKF 2025, sebagian makanan untuk anak sekolah akan dimasukkan dalam anggaran pendidikan, dan sebagian makanan untuk bayi dan ibu hamil akan dimasukkan dalam anggaran kesehatan sebesar Rp191,5 triliun hingga Rp217,8 triliun.
Sebelumnya, menurut Bloomberg, Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membiayai belanjanya sendiri sambil terus menaikkan rasio utang ke level tertinggi dalam dua dekade.
Dia mengatakan dia berencana untuk meningkatkan utang terhadap produk domestik bruto sebesar 2 persen per tahun selama lima tahun ke depan, menurut sumber yang tidak disebutkan namanya kepada Bloomberg. Artinya jumlah pinjaman akan meningkat 10% dari posisi saat ini.
Menurut perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF), utang publik Indonesia hanya akan mencapai 39% dari total PDB pada tahun 2023, jumlah yang rendah dibandingkan negara tetangga. Negara ASEAN lain yang memiliki utang lebih besar dibandingkan Indonesia adalah Laos, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Myanmar.
Langkah ini akan menandai perubahan signifikan bagi negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, yang bergantung pada sistem keuangan konservatif untuk menjaga kepercayaan investor. Sejak krisis keuangan Asia tahun 1997, kecuali pandemi ini, pemerintah telah mempertahankan defisit anggaran sebesar 3 persen dari PDB dan rasio utang bruto terhadap PDB sebesar 60 persen.
Rasio utang sebesar 50% dianggap sebagai tingkat yang paling penting karena akan meyakinkan investor akan komitmen Indonesia terhadap kehati-hatian keuangan, sedangkan rasio utang di atas 60% akan membuat investor khawatir.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA