Bisnis.com, Jakarta – Indonesia memasuki Bulan Vaksinasi Dasar untuk anak. Banyak keraguan mengenai imunisasi pada anak.

Ketakutan orang tua untuk memvaksinasi anaknya bermula dari kejadian anak jatuh sakit akibat vaksin. Menurut IDAI, kasus tersebut tampaknya merupakan wabah atau kejadian langka dan terjadi pada satu dari ribuan anak lain yang menerima vaksinasi. Artinya, ada faktor lain selain imunisasi yang bisa membuatnya sakit.

Vaksinasi sebenarnya memberi anak-anak kekebalan yang lebih baik terhadap penyakit-penyakit besar seperti influenza, cacar, dan tetanus.

Sementara anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin dasar justru menimbulkan ancaman terhadap lingkungan. Menurut UNICEF, semakin banyak anak yang tidak mendapatkan vaksinasi, semakin besar kemungkinan penyakit tertentu muncul kembali. Tidak akan terjadi herd immunity atau ketika lingkungan kebal terhadap suatu penyakit tertentu. 

Menurut UNICEF dan Verywell Health, terdapat beberapa potensi risiko jika anak-anak tidak divaksinasi:

1. Anak-anak lebih mungkin terkena penyakit serius.

Ada banyak penyakit yang bisa dicegah dengan vaksinasi, seperti hepatitis, TBC, dan difteri.

Anak-anak yang tidak mendapat vaksinasi dasar berisiko tinggi tertular penyakit tersebut.

Selain itu, kemungkinan terjadinya komplikasi juga tinggi. Misalnya saja penyakit cacar yang bisa menyebabkan diare, radang paru-paru, gizi buruk, bahkan kebutaan. Penyakit yang terlihat ringan secara permanen dapat menurunkan kualitas hidup anak.

2. Anak yang belum cukup umur untuk mendapatkan vaksinasi lebih rentan terkena penyakit.

Jika anak-anak yang tidak divaksinasi tumbuh dewasa, mereka mungkin tertular penyakit yang sudah ada vaksinnya. Penyakit-penyakit ini biasanya berakibat fatal pada anak-anak yang daya tahan tubuhnya belum kuat namun belum cukup umur untuk mendapatkan vaksinasi.

Ibu hamil yang tertular cacar berisiko mengalami keguguran, dan jika tertular rubella, berisiko melahirkan bayi dengan sindrom rubella kongenital.

Anak kecil berisiko terkena polio, rubella, dan gondongan sampai mereka cukup umur untuk menerima vaksin.

Orang yang imunokompromais atau immunocompromised lebih rentan terhadap infeksi.

Ada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, atau imunodefisiensi. Ada sekitar 180 penyakit imunodefisiensi. Beberapa turunannya antara lain HIV, kanker limfoma, dan leukemia.

Dalam beberapa kasus, mereka tidak bisa mendapatkan vaksin karena vaksin tersebut dapat menyebabkan penyakit. Masalah lainnya adalah orang dengan imunodefisiensi, setelah vaksinasi, tidak memiliki respon imun yang sama seperti orang normal.

Hal ini menjadikannya risiko yang lebih besar bagi orang yang belum divaksinasi.

3. Mempercepat munculnya kembali wabah penyakit.

Seperti disebutkan sebelumnya, lingkungan dimana orang-orang yang tidak diimunisasi lebih mungkin menyebarkan penyakit yang sudah hilang.

Contohnya adalah polio. Beberapa tahun lalu, Indonesia dinyatakan bebas polio oleh WHO. Namun kasus tersebut dibuka kembali. Pemerintah sekali lagi memberikan obat tetes polio kepada anak-anak.

Hal ini menunjukkan meskipun terdapat herd immunity. 

Telah tercapai, masih terdapat risiko wabah penyakit. Hal ini lebih mungkin terjadi jika anak Anda belum divaksinasi.

4. Risiko finansial saat menghadapi penyakit dan komplikasi.

Jika anak Anda tidak divaksin, Anda harus siap mengorbankan uang dan waktu untuk penyakit yang mungkin diderita anak Anda – yang sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi.

Misalnya, penderita difteri biasanya memerlukan rawat inap. Cacar bisa bertahan hingga 2 minggu. Tentu saja membutuhkan lebih banyak waktu, uang, dan tenaga bagi Anda.

5. Risiko berkurangnya angka harapan hidup anak.

Jika anak-anak mengikuti vaksinasi dasar hingga selesai, harapan hidup mereka akan meningkat. Unicef ​​​​mengatakan angka harapan hidup di Papua Barat meningkat setelah tingkat imunisasi anak juga meningkat.

Selain itu, anak yang tidak mendapatkan vaksinasi akan lebih mudah terserang penyakit sehingga menurunkan angka harapan hidup.

6. Pembatasan dan pembatasan sosial sesuai peraturan.

Kebanyakan sekolah tidak mengizinkan anak-anak masuk sekolah jika mereka belum menerima vaksinasi – atau malah menjadikan program imunisasi sekolah sebagai persyaratan.

Selain itu, banyak negara mengharuskan wisatawan untuk mendapatkan vaksinasi lengkap untuk mencegah penyebaran penyakit. Oleh karena itu, anak-anak mungkin kehilangan kesempatan untuk bepergian ke luar negeri.

Namun, dalam beberapa kasus, anak-anak diperbolehkan untuk tidak menerima vaksinasi. Misalnya alergi terhadap antibiotik neomycin yang dapat bereaksi terhadap vaksin polio, cacar, dan MMR. Anak-anak yang sakit juga disarankan untuk menunda jadwal vaksinasi.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel