Bisnis.com, JAKARTA – Penyakit diabetes melitus atau sering disebut kencing manis merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dunia.

Ada dua tipe utama diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (T1DM) dan diabetes tipe 2 (T2DM).

Pada DMT1 tubuh tidak memproduksi insulin karena sel beta di pankreas yang memproduksi hormon ini dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh, sedangkan pada DMT2 tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif (resistensi insulin), bahkan pada tahap awal. dan produksi insulin lebih lanjut.

Diabetes diobati dengan terapi konvensional, seperti suntikan insulin pada T1DM atau obat hipoglikemik oral pada T2DM, dengan fokus pada penanganan gejala penyakit. Namun pendekatan ini tidak dapat menyembuhkan diabetes atau secara langsung memperbaiki kerusakan sel beta.

Dalam laporan Kementerian Kesehatan, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terapi sel induk menjadi salah satu harapan besar dalam pengobatan diabetes di dunia kedokteran.

Penelitian selama dua dekade terakhir telah menunjukkan potensi sel induk untuk memperbaiki atau mengganti sel beta yang rusak, sehingga menimbulkan kegembiraan besar di kalangan ilmuwan dan pasien.

Sel induk adalah sel yang memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh. 

Dalam konteks diabetes, tujuan utama terapi sel induk adalah untuk meregenerasi atau mengganti sel beta pankreas yang rusak, yang penting dalam produksi insulin. Untuk ini, berbagai jenis sel induk sedang diuji, termasuk ESC, iPSC, MSC, serta sel induk hematopoietik. Sel induk untuk diabetes tipe 1

Pada diabetes tipe 1, tubuh menyerang sel beta di pankreas yang memproduksi insulin. Terapi insulin berkelanjutan saat ini merupakan pengobatan andalan bagi pasien DMT1, namun hal ini bukanlah solusi ideal jangka panjang. Fluktuasi kadar gula darah, komplikasi mikro dan makrovaskular, serta risiko hipoglikemia berat merupakan beberapa tantangan yang dihadapi pasien.

Pendekatan potensial dalam terapi sel induk untuk T1DM adalah transplantasi sel beta. Meskipun transplantasi pulau kecil atau pankreas telah menunjukkan hasil yang menjanjikan, keterbatasan donor dan perlunya imunosupresi seumur hidup merupakan kendala utama. Oleh karena itu, para ilmuwan mulai mempertimbangkan terapi sel induk sebagai alternatif yang lebih permanen. Studi terbaru menunjukkan bahwa MSC, ESC, dan iPSC dapat menghasilkan sel beta fungsional.

Sel induk mesenkim (MSC) telah mendapat perhatian khusus karena kemampuannya memodulasi sistem kekebalan dan mendorong regenerasi jaringan. Selain itu, MSC dapat diperoleh dari jaringan tubuh yang tersedia seperti sumsum tulang atau jaringan adiposa. MSC dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel yang memproduksi insulin, dan dalam beberapa uji klinis, pasien T1DM yang menerima transplantasi MSC menunjukkan penurunan kebutuhan insulin eksogen dan peningkatan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c).

Namun, tantangan besar masih tetap ada. Meskipun terapi MSC tampak menjanjikan, tidak ada bukti bahwa transplantasi MSC dapat menyembuhkan T1DM sepenuhnya. Selain itu, terapi ini memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi imunosupresi dan potensi efek samping, seperti risiko pembentukan tumor atau kanker dari sel induk yang ditransplantasikan. Sel induk untuk diabetes tipe 2

Pada T2DM, sel beta pankreas masih memproduksi insulin, namun tubuh tidak dapat menggunakan hormon tersebut secara efektif. Penyebab utama DMT2 adalah resistensi insulin yang seringkali dipengaruhi oleh faktor gaya hidup seperti obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. Meskipun terapi obat seperti metformin dan insulin eksogen efektif dalam mengendalikan kadar gula darah, terapi tersebut tidak dapat memperbaiki resistensi insulin atau mencegah kerusakan lebih lanjut pada sel beta.

Penelitian mengenai penggunaan terapi sel induk untuk T2DM masih dalam pengembangan, namun hasil awal cukup menggembirakan. MSC menunjukkan potensi besar untuk mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan fungsi sel beta pada pasien DMT2. Dalam beberapa uji klinis, transplantasi MSC pada pasien DMT2 menghasilkan penurunan kadar gula darah dan HbA1c yang signifikan serta mengurangi kebutuhan obat antidiabetik.

Terapi MSC juga menunjukkan perbaikan pada parameter lain, seperti fungsi kardiovaskular dan penurunan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa selain membantu mengatur kadar gula darah, MSC juga memiliki efek sistemik yang bermanfaat, membantu mengurangi beberapa komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes, seperti penyakit jantung dan kerusakan ginjal. Risiko terapi sel induk

Meskipun terapi sel induk sangat menjanjikan dalam pengobatan diabetes, ada beberapa risiko dan tantangan yang perlu dipertimbangkan. Salah satu risiko terbesarnya adalah teratogenisitas (kemampuan sel induk untuk membentuk tumor). Sel induk, terutama ESCs dan iPSCs, berpotensi berkembang menjadi teratoma atau tumor jika tidak dikontrol dengan baik selama proses diferensiasi. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan protokol yang dapat meminimalkan risiko tersebut.

Selain itu, penggunaan sel induk embrionik (ESC) mempunyai hambatan etika yang signifikan. Banyak kelompok sosial dan agama menentang penggunaan embrio manusia untuk penelitian, sehingga mengarah pada pencarian alternatif seperti iPSC (sel induk berpotensi majemuk terinduksi). iPSC, yang berasal dari sel dewasa yang telah “diprogram ulang” menjadi keadaan berpotensi majemuk, menawarkan solusi yang lebih etis. Namun penggunaan iPSCs bukan berarti tanpa risiko, terutama terkait dengan stabilitas genetik dan potensi menjadi kanker.

 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel