Bisnis.com, JAKARTA — Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Sosial (BPJS) dinilai mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Hal ini berdasarkan kajian yang dilakukan Lembaga Penelitian Ekonomi Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) dengan menggunakan metodologi ekonometrika dan simulasi. 

Peneliti LPEM FEB UI Jahen F. Rezki mengatakan, pihaknya menemukan semakin tinggi jumlah masyarakat yang mengikuti skema JKN BPJS Kesehatan, maka tingkat kemiskinannya akan semakin rendah.

“Kenapa? ‘Karena masyarakat semakin mampu memperkecil kesenjangan antara kaya dan miskin, maka masyarakat bisa meningkatkan belanja [belanja untuk hal-hal lain],'” kata Jahen dalam peluncuran buku tabel kesakitan penduduk Indonesia yang diadakan BPJS Kesehatan dan BPJS Kesehatan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Senin (11/11/2024). 

Jehan mengatakan penelitian yang dilakukan LPEM FEB UI menunjukkan bahwa peningkatan partisipasi aktif sebesar 1% akan menurunkan kemungkinan tingkat kemiskinan sebesar 2,6-2,9%. Oleh karena itu, lanjut Jehan, salah satu cara pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia adalah dengan meningkatkan jumlah peserta BPJS Kesehatan.

Hingga September 2024, peserta BPJS Kesehatan mencapai 277,14 juta peserta. Dengan program JKN, masyarakat dapat mengalokasikan uang yang biasanya digunakan untuk membayar biaya kesehatan untuk kebutuhan lain, seperti utilitas dan pendidikan.

“Saya jelaskan di awal bahwa dengan adanya program JKN maka perekonomian secara keseluruhan bisa tumbuh. Jumlah lapangan pekerjaan pun meningkat dan dari sisi kemiskinan, kami melihat semakin banyak masyarakat yang terbantu berkat program ini. “Biaya yang mereka keluarkan untuk biaya kesehatan berkurang, sehingga dana tersebut bisa digunakan untuk kebutuhan lain,” jelasnya.

Terakhir, dari sudut pandang ekonometrik, Jehan mengatakan, pihaknya melihat masyarakat bisa mengurangi pengeluarannya untuk penyakit yang mahal atau membawa bencana. Menurutnya, masyarakat bisa jatuh miskin karena biaya kesehatan yang terlalu mahal. 

Oleh karena itu, lanjut Jehan, penelitian tersebut juga menemukan bahwa ketika semakin banyak masyarakat yang bergabung dalam skema BPJS Kesehatan, maka kemungkinan masyarakat mengeluarkan uang untuk penyakit katastropik akan sangat berkurang. 

Pihaknya pun mencoba melakukan simulasi berapa banyak masyarakat miskin yang bisa diselamatkan dengan skema JKN BPJS Kesehatan. Pada tahun 2022, jika tidak ada program JKN maka jumlah penduduk miskin sekitar 32 juta orang. 

“Dengan program JKN, masyarakat bisa menggunakan uangnya untuk kebutuhan lain, bisa meningkatkan pengeluarannya, guna membantu sekitar 5,7 juta orang keluar dari kemiskinan. “Jadi secara keseluruhan, tingkat kemiskinan yang timbul akibat program JKN lebih rendah yaitu 26,3 juta orang,” ujarnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA