Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025. Apakah kebijakan perpajakan ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat?
Bapak Fajry Akbar, ketua tim peneliti Pusat Analisis Pajak Indonesia (CITA), mengatakan: Saat ini, kebijakan tersebut masih banyak kemungkinan untuk diterapkan, atau mungkin dilakukan di Indonesia.
Ujarnya kepada Bisnis, dikutip Kamis (25/7/2024).
Ia mengatakan jika tarif pajak dinaikkan dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, maka daya beli masyarakat tidak akan terlalu terpengaruh dengan kenaikan 1%.
Hal ini tercermin dari kebijakan kenaikan PPN yang mendorong inflasi saat itu sebesar 0,4%.
Dia menjelaskan, “Kenapa?
Mulai 1 April 2022, tarif pajak penjualan (PPN) naik dari 10% menjadi 11%. Kenaikan tersebut ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Tata Cara Perpajakan (UU HPP).
Sementara itu, ketentuan mengenai kenaikan pajak menjadi 12% juga tertuang dalam peraturan yang sama, yang akan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2025 sesuai peraturan tersebut.
Fajry mengatakan, tarif pajak pertambahan nilai otomatis naik pada tahun depan kecuali pemerintah turun tangan dan berkonsultasi dengan DPR agar bisa dibatalkan. Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai menjadi 12% akan tercermin pada asumsi pemerintah dalam anggaran.
Oleh karena itu, sangat wajar jika perkiraan penerimaan PPN Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diperkirakan akan naik sebesar 12% pada tarif pajak pertambahan nilai, sesuai undang-undang akan naik sebesar 12% pada Januari 2025.
“Masih harus dilihat apakah menteri keuangan berikutnya akan menghapuskannya?” Fajry menegaskan hal itu.
Sementara itu, pemerintah belum memberikan kejelasan apakah pajak pertambahan nilai akan dinaikkan atau tidak pada tahun depan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan sepenuhnya keputusan ini kepada Presiden Prabowo Subianto yang terpilih kembali.
Pada masa transisi ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bapak Susiwijono Moegiarso mengatakan, banyak observasi yang dilakukan pemerintah terkait perkiraan pemungutan pajak tahun depan, termasuk isu kenaikan tarif pajak menjadi 12%.
Ibu Susi menjelaskan, pihaknya belum mengetahui apakah pemerintahan selanjutnya akan menggunakan tarif pajak 12% atau tidak. Namun dengan pertimbangan tersebut, pemerintah saat ini telah menetapkan target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Semua asumsi dan ekspektasi dijadikan landasan dalam pembentukan sikap [APBN]. Pada dasarnya semua sudah diperhitungkan,” ujarnya, Kamis (25/7/2024) di kantor koordinasi Kementerian Perekonomian.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel